KPK Harus Dibela!
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

KPK Harus Dibela!

Jumat, 23 Jan 2015 14:28 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Salah satu anak kandung reformasi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi ini lahir dari keinginan rakyat untuk melakukan perubahan keadaan yang sudah amburadul dan akut. Saat awal reformasi pada akhir 1990-an rakyat tidak percaya lagi kepada pemerintah, apalagi kepada instansi penegak hukum seperti kepolisian, hakim dan kejaksaan.

Rakyat menginginkan sebuah lembaga yang dapat dipercaya untuk dapat memberantas korupsi. Oleh karena itu KPK didirikan sebagai lembaga yang merdeka (independent), artinya sebuah lembaga yang tidak dapat dipengaruhi atau bahkan dikontrol oleh pemerintah. Tanggung jawabnya langsung kepada masyarakat (publik).

Namun demikian KPK bukanlah super body seperti yang dikhawatirkan oleh sebagian penguasa negara. KPK masih terbuka untuk dikontrol bahkan diaudit oleh akuntan publik dalam hal keuangannya. Sementara kinerjanya harus dilaporkan kepada masyarakat secara terbuka dan kepada DPR selaku wakil rakyat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diawali dengan dikabulkannya uji materi tentang pengadilan Tipikor oleh Mahkamah Konstitusi, saat ini KPK betul-betul sedang berada pada titik nadir dari penistaan yang diterimanya. Sejauh ini empat pimpinan KPK telah dijadikan tersangka bahkan terpidana dalam berbagai kasus.

Antasari Azhar mantan ketua sudah menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan. Sementara itu Candra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, para wakil ketua telah pula dinyatakan sebagai tersangka dari kasus-kasus yang belum terang benderang bukti dan saksinya. Bahkan beberapa saat yang lalu, lebih memalukan lagi, salah seorang komisioner KPK, Bambang Widjoyanto telah ditangkap polisi, manakala yang bersangkutan mengantar anaknya ke satu SD di Depok.

Tentu saja kejadian ini telah menuai protes dari berbagai kalangan, mulai dari para pegiat anti korupsi, para praktisi hukum sampai dengan para pemimpin atau tokoh lintas agama. Berbagai reaksi terhadap penistaan KPK ini menandakan bahwa keberadaan KPK sebenarnya telah menarik simpati rakyat dan memenuhi harapan rakyat untuk suatu kehidupan negara yang menegakkan nilai-nilai demokrasi.

Penistaan yang diterima oleh KPK merupakan kejadian berulang yang diterima oleh komisi-komisi atau panitia-panitia anti korupsi sejenis lainnya yang pernah hidup dan dihidupkan di Indonesia oleh para penguasa negeri ini. Keberadaannya ternyata sangat bergantung kepada kemauan politik (political will) dari para penguasa. Begitu kepentingannya tersinggung oleh komisi ini maka terbukti “will” ini menjadi berubah. Mestinya komisi semacam KPK yang memiliki cap “independen”, terbebas dari pengaruh kepentingan penguasa tersebut.

Memang pengalaman di beberapa negara yang membentuk komisi semacam ini menunjukkan bahwa pendirian komisi pemberantas korupsi diawali dengan berbagai protes dan bahkan perlawanan dari pihak-pihak yang “kenikmatannya” atau kepentingannya akan terganggu dengan upaya pemberantasan korupsi. Misalnya saja di Hongkong ketika didirikan Independent Commission Againts Corruption (ICAC), dilawan dengan pemogokan nasional oleh Polisi Hongkong, karena mereka merasa dikurangi kewenangannya, dan merasa “kolaborasi” yang mereka lakukan dengan para penjahat akan terbongkar. Perlawanan polisi ini berakhir, karena pemerintah Hongkong berpihak kepada ICAC, artinya kemauan politik dari pemerintah Hongkong terhadap pemberantasan korupsi masih tetap konsisten.

Berbagai perlawanan dan penistaan terhadap komisi semacam KPK, hanya bisa dihentikan dengan kemauan politik yang tegas dan konsisten dari penguasa terhadap keberadaan komisi tersebut. Memang secara konseptual, korupsi merupakan tindak pidana, sehingga sebagian orang berpendapat kenapa upaya pemberantasan korupsi tidak diserahkan saja kepada polisi dan kejaksaan untuk melakukan penyidikan dan pemberkasan perkara yang menyangkut korupsi?

Pendapat itu benar, andaikata masyarakat sudah dapat memberikan penilaian bahwa kedua institusi tersebut bersih dan dapat dipercaya, berarti Crime and Justice System (CJS) di negara tersebut telah berjalan dengan baik. Namun apabila belum ada kepercayaan masyarakat, maka keberadaan lembaga seperti KPK adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri.

Di sisi lain korupsi adalah suatu kejahatan luar biasa, sehingga perlu diberantas dengan luar biasa pula. Sebagai contoh, di Australia, khususnya di negara bagian New South Wales, meskipun polisi dan jaksanya sangat kredibel dan dipercaya oleh masyarakat, namun komisi semacam KPK tetap didirikan dengan nama ICAC (seperti di Hongkong). Kenyataan ini menunjukkan bahwa mereka sependapat dengan opini masyarakat dunia, bahwa korupsi merupakan extra ordinary crime yang harus ditangani oleh extra ordinary agency.

Sebagai extra ordinary agency, tentu KPK harus memiliki dasar hukum dan kekuatan yang extra pula. Seyogyanya KPK tidak dapat dinistakan oleh siapapun dalam menjalankan tugasnya. Perlakuan terhadap pimpinan KPK selaku individu dan selaku pejabat KPK harus pula dibedakan. Sebagai individu, mereka adalah warga negara Indonesia, tetapi sebagai anggota KPK mereka memiliki kewenangan extra yang dilindungi oleh undang-undang.

Sebenarnya UU no. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah memberikan berbagai kewenangan extra tersebut. Tetapi apa yang kita saksikan saat ini, kewenangan ini telah dan akan “dipreteli” secara sistematis, baik oleh DPR maupun oleh pemerintah.

Masih adakah kemauan politik untuk mendukung KPK? Jawabannya kita lihat beberapa hari ke depan. Apabila kemauan politik dari penguasa sudah tidak ada lagi maka masyarakat harus bersatu padu untuk tetap mendukung upaya melawan korupsi.

Sekali lagi, korupsi adalah kejahatan luar biasa, maka mari kita lawan dengan upaya yang luar biasa pula. Jangan pernah merasa lelah dan berhenti di tengah jalan dalam memberantas korupsi yang sudah sangat “masif” di negeri ini. Apalagi sampai saat ini kita selalu dicap sebagai negara paling korup di dunia.

*) Ir. Deddy S Bratakusumah, BE, MURP, MSc, PhD adalah Praktisi Pemerintahan

(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads