Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Herman da Silva, membenarkan, pihaknya baru mengetahui ketiadaan Labora Sitorus di Lapas Sorong saat akan mengeksekusi anggota polisi pemilik rekening gendut itu pada Oktober 2014 lalu. Dikatakan dia, sesuai putusan nomor 1081.K/TIB/PUS/2014/MA/RI tanggal 13 September 2014, menetapkan Labora Sitorus terbukti melakukan tindak pidana membeli hasil hutan yang diketahui dari kawasan hutan yang diambil secara tidak sah. Namun ketika hendak dieksekusi ternyata terpidana menghilang dari Lapas Sorong.
βMA menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dengan denda Rp 5 miliar dengan ketentuan tidak membayar denda, maka akan diganti dengan kurungan satu tahun. Tapi ketika Kejari setempat mau melakukan eksekusi Labora yang sebelumnya ditahan di Lapas Sorong tidak ada di tempat,β kata Herman kepada detikcom di Jayapura, Papua, Kamis (22/1/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi pihak Lapas menolak. Dan tanggal 22 Oktober 2014, pihak Lapas mengembalikan berita acara penahanan karena alasan mereka Labora tidak ada di lapas," katanya.
Sejak itu Labora tidak berada di Lapas, maka kejaksaan tidak dapat melakukan eksekusi. βJadi kami tidak bisa melakukan eksekusi sebab fisik Labora tidak ada di Lapas Sorong," jelasnya.
Herman menegaskan, atas kondisi tersebut pihaknya telah menjadikan status Labora sebagai buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). "Kami sudah berkoordinasi dengan Polres Sorong dan mengeluarkan daftar pencarian orang," tandasnya.
Labora Sitorus adalah seorang anggota Polri di Polda Papua berpangkat Aiptu yang memiliki transaksi di rekening pribadi cukup mengejutkan yakni mencapai Rp 1,5 triliun. Nilai transaksi tersebut diduga kuat berasal dari penimbunan minyak yang dilakukan Labora di Papua Barat dan aktivitas pembalakan hutan. Oleh Pengadilan Negeri Sorong Papua, ia divonis 2 tahun penjara dan denda hanya Rp 50 juta karena melanggar UU Migas dan UU Kehutanan.
(try/try)