
Pemerintah Malaysia berdalih, penggunaan kata 'Allah' oleh umat non-Muslim akan membingungkan umat Muslim.
Lima orang hakim secara bulat menjatuhkan putusan itu dengan dasar, tidak terjadi ketidakadilan prosedur dalam putusan sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2009, Pengadilan Tinggi memutuskan umat Kristen dan Katolik berhak menggunakan kata tersebut tatkala merujuk Tuhan.
Setelah keputusan diumumkan sejumlah kerusuhan berupa pembakaran dan vandalisme terhadap rumah ibadat kaum Kristen. Namun tak dilaporkan adanya korban jiwa atau luka.
Pada 2013, Pengadilan Rendah kembali mengubah putusan tersebut sehingga umat Kristen dan Katolik kembali tidak diperbolehkan menggunakan kata 'Allah'. Tahun lalu, Pengadilan Federal kembali menegaskan bahwa pelarangan penggunaan kata 'Allah' bagi umat Kristen dan Katolik merupakan keputusan yang benar.
Kata 'Allah'
Kaum Kristen di Malaysiajuga di Indonesiamenggunakan kata 'Allah' untuk menggambarkan Tuhan.Namun pemerintah berdalih, jika surat kabar the Herald menggunakan kata 'Allah', itu bisa membingungkan mayoritas Muslim dan membahayakan keamanan nasional.
Putusan Mahkamah hanya terkait penggunaan kata 'Allah' pada surat kabar the Herald dan tidak berlaku untuk kebaktian, misa, maupun Injil yang beredar di seantero negeri.
Namun para pemimpin gereja cemas bahwa putusan Mahkamah Agung bisa diikuti oleh pembatasan-pembatasan lain.
"Ini hanya permulaan," kata Romo Lawrence Andrew, redaktur surat kabar the Herald yang memimpin perjuangan kaum Katolik Malaysia itu, seperti dikutip kantor berita AFP.
"Saya tak akan terkejut jika selanjutnya mereka akan (memberlakukan larangan lain) dan mengatakan jangan menggunakan kata (Allah) itu dalam kebaktian-kebaktian kalian'."
The Herald tak lagi menggunakan kata 'Allah' menyusul larangan pemerintah tahun 2007, yang memicu pertarungan hukum.
(nwk/nwk)