"Saya ke Kalimantan Timur, tapi bukan di Balikpapan-nya. Saya mengunjungi Rudenim bertemu imigran dari Afghanistan," kata anggota Komisi III dari PKS Aboebakar Al Habsyi kepada Yasonna dalam rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/1/2015).
Aboebakar lantas berbicara dengan para imigran itu. Dari dialog itu, Aboebakar mengetahui mereka bukanlah orang-orang miskin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang-orang dari Afghanistan itu dinyatakannya sebagai orang-orang kaya yang melarikan diri dari negerinya karena ada konflik dengan Taliban. Tujuan mereka sebenarnya bukan Indonesia, melainkan negara lain.
"Mereka ekonominya bagus, dikejar Taliban. Mereka tujuannya bukan di sini (Indonesia), tapi kalaupun diterima di sini mereka mau," kata Aboebakar dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin itu.
Yang jadi keprihatinan Aboebakar, Indonesia menjadi bemper negara lain yang menolak imigran gelap. Indonesia akhirnya jadi penampung mereka-mereka ini.
"Kita jangan jadi bember Australia atau bemper lain-lain! Bayangkan mereka datang dari Afghanistan ke beberapa negara dulu, ke India, dan sebagainya, masuk sekoci-sekoci kecil, sampai di Batam sudah ada yang menyambut. Apakah itu UNHCR atau LSM-LSM, " tutur Aboebakar.
Aboebakar tak setuju bila Indonesia diperlakukan menjadi bemper dari negara lain dan meminta Yasonna tegas menyikapi isu pencari suaka itu.
"Maksud saya, agak keras dikit, Pak (Yasonna)! Jangan basa-basi, jangan tertekan negara lain! Atau akhirnya negara kita jadi tempat pelarian," tuntut Aboebakar dan diperhatikan Yasonna dengan mimik antusias.
Aboebakar melihat Rudenim bekerja sama dengan satu lembaga pemerhati imigran. "IOM, Pak," kata Yasonna menginformasikan.
Selain IOM (International Organisation for Migration), penanganan imigran itu juga diperhatikan oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHC).
Aboebakar merasa imigran itu terlalu mudah, bahkan difasilitasi, masuk ke Indonesia sementara negara-negara lain seperti Australia dan Malaysia menolak imigran-imigran itu. Bahkan imigran-imigran itu difasilitasi dengan transportasi maskapai penerbangan setelah dipermudah mendapat paspor dan kartu UNHCR.
"Kok bisa-bisanya Australia sama Malaysia mudah lempar (imigran-imigran) ke kita?" protes Aboebakar.
Pihak Kepolisian dinyatakan Aboebakar tak bisa menangani permasalahan ini. Bahkan Aboebakar sudah mencoba menghubungi Kapolri sepulangnya dari Kalimantan Timur. Kini, Menkum HAM diminta tegas menyikapi itu agar Indonesia tak menjadi bemper pelindung dari negara lain terhadap masuknya imigran-imigran.
(dnu/trq)