Melantik atau tidak calon Kapolri sepenuhnya menjadi hak prerogatif Presiden Joko Widodo. Namun demikian sejak dulu sampai kini PDIP terus mendesak Jokowi untuk segera melantik Komjen Budi menjadi Kapolri.
Minggu lalu, mungkin karena desakan keras itu, kemudian Jokowi memilih kalimat bijak saat mengumumkan penundaan pelantikan Komjen Budi yang konon punya hubungan baik dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun keputusan Jokowi yang dipandang pro pemberantasan korupsi tersebut diapresiasi banyak pihak. Jokowi seperti memberi angin segar kepada KPK untuk terus bergerak maju memberantas korupsi.
Namun di sisi lain PDIP dan sejumlah partai koalisi pendukung pemerintahan malah bersikap sebaliknya. PDIP yang menjadi partai pengusung Jokowi justru tak membiarkan Jokowi menggunakan hak prerogatifnya dengan tenang. PDIP sampai saat ini masih mendesak Jokowi segera melantik Komjen Budi jadi Kapolri.
"Kami tetap, posisi politik kita tetap ingin Presiden Jokowi melantik Budi Gunawan. Harapan kita kejadian ini tidak membuat turbulensi politik di DPR," kata Wakil Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan di gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/1/2015) kemarin.
Trimedya memang membenarkan ada titah dari Megawati Soekarnoputri untuk memuluskan Komjen Budi di fit and proper test di DPR. Kebetulan pasca Komjen Budi lolos uji kelayakan di DPR, Trimedya dilantik menjadi Wakil Ketua Komisi III DPR.
Ada hal unik di tengah polemik calon Kapolri ini, KMP yang biasanya menolak kebijakan pemerintah juga mendukung Komjen Budi. Belakangan mulai terlihat sejumlah parpol anggota KMP bermain bola panas Komjen Budi.
"Banyak yang tanya kenapa kok tumben tiba-tiba KMP kompak dengan KIH dukung kebijakan Jokowi terkait calon Kapolri? Jawabannya sederhana saja. Kita tidak mau buang-buang energi untuk berdebat soal hukum, moral, etika dan kepatutan dari bola panas calon Kapolri yang dilempar Istana ke Senayan. Makanya cepat-cepat kita setujui dan kembalikan bola panas itu ke pelemparnya," kata Bendahara Umum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie, Bambang Soesatyo, kepada detikcom, Kamis (15/1) lalu.
Menghadapi manuver politik KMP dan KIH tersebut Jokowi seperti sendirian. KIH yang semestinya menjadi pendukung pemerintahan dalam hal ini mendukung keputusan Presiden Jokowi justru mengambil sikap yang tak diharapkan. Jokowi pun menghadapi posisi dilematis, di satu sisi dia harus menjaga komitmen pro pemberantasan korupsi, di sisi lain ada Ibu Mega dan elite PDIP lain punya gagasan lain.
Pada saat Jokowi menghadapi posisi dilematis inilah Presiden RI ke-6 SBY muncul dan menyuarakan penyelamatan negara, presiden, dan Polri. SBY menyarankan Jokowi untuk mendengarkan suara rakyat.
Jokowi pun menunjukkan dirinya layak disebut presiden yang dicintai rakyat dengan tetap menjaga komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Di saat rakyat menunggu sikap kenegarawanan Jokowi, presiden yang hobi blusukan ini memilih menunda pelantikan Komjen Budi jadi Kapolri tanpa batas waktu yang ditentukan, meskipun harus menghadapi kenyataan pahit yakni kekecewaan Ibu Mega dan PDIP.
Setelah Jokowi mengambil keputusan yang diharapkan rakyat itu pun PDIP masih terus bermanuver agar Komjen Budi dilantik menjadi Kapolri, lalu sampai kapan prerogatif Jokowi dicampuri? Ternyata pro rakyat terkadang dianggap tidak pro terhadap kepentingan parpol.
(van/nrl)