Dari Menteri sampai DPR Dukung Eksekusi Mati Meski Diprotes Negara Lain

Dari Menteri sampai DPR Dukung Eksekusi Mati Meski Diprotes Negara Lain

- detikNews
Selasa, 20 Jan 2015 07:33 WIB
Dari Menteri sampai DPR Dukung Eksekusi Mati Meski Diprotes Negara Lain
Jakarta - Buntut dari pelaksanaan eksekusi mati terhadap 6 terpidana kasus narkotika, pemerintah Belanda dan Brazil memanggil pulang duta besar mereka. Hal itu dilakukan sebab ada 2 warga dari kedua negara itu yang masuk dalam daftar eksekusi 6 terpidana tersebut. Tak hanya itu, Australia juga melobi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar 2 warganya bebas dari daftar hukuman mati.

Namun, Jokowi tampaknya tak gentar menghadapi hal tersebut. Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan tidak ada gangguan hubungan bilateral dengan negara sahabat akibat pelaksanaan hukuman mati di Indonesia. Meski begitu, pria yang akrab disapa JK itu menyebut bahwa penarikan dubes Belanda dan Brazil itu sebagai upaya diplomasi yang harus dihormati.

"Tidak-tidak berpengaruh, ini biasa, sama seperti kita menarik Dubes kita di Australia untuk sementara. (Waktu) Ini tak ganggu hubungannya (diplomasi) sendiri, hanya kasus itu. Lebih banyak kepentingan dalam negeri," kata JK di kantornya Jalan Medan Merdeka Utara , Jakarta Pusat, Senin (19/1/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun tentunya masalah hubungan negara sahabat tak bisa dipandang remeh. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menegaskan pemerintah Indonesia terus melakukan komunikasi dengan negara-negara lain yang warganya terjerat hukum di Indonesia.

"Saya kira komunikasi kami dengan dunia luar sudah mulai kami lakukan dari sejak awal dalam artian Indonesia adalah negara yang bersahabat. Kami tidak pernah bertentangan dengan negara lain, dan ini masalahnya adalah law enforcement dari sebuah negara berdaulat untuk memerangi kejahatan serius yaitu kejahatan narkotika yang kalau kita lihat dari data semuanya menunjukkan kita dalam situasi yang darurat," kata Retno di Istana Negara, Jakarta, di waktu yang sama.

Jaksa Agung HM Prasetyo selaku eksekutor pun menegaskan selama hukum di Indonesia masih mengatur perihal hukuman mati, maka jaksa tetap akan mengeksekusi para terpidana. Tentunya setelah putusan mati para terpidana tersebut dinyatakan berkekuatan hukum tetap.

"Selebihnya adalah tanggung jawab dari jaksa eksekutor untuk melaksanakan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (19/1/2015) malam.

Pemerintah Indonesia tak perlu gentar dengan tekanan dari negara lain. Bahkan sejumlah pihak dari menteri hingga anggota DPR pun mendukung pelaksanaan eksekusi mati terhadap para gembong narkoba. Siapa saja yang menyerukan dukungan meski banyak tekanan atas pelaksanaan eksekusi mati? Berikut para tokoh tersebut:


Menko Polhukam Tedjo Edhy

Pemerintah Brasil dan Belandaβ€Ž protes soal eksekusi mati warga negaranya yang terlibat peredaran narkoba di Indonesia. Pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan tebang pilih kepada warga negara manapun yang melanggar hukum di Indonesia.

"Tidak ada (tebang pilih)," tegas Menko Polhukam Tedjo Edhy di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta, Senin (19/1/2015).

β€ŽTedjo mengatakanβ€Ž semua negara yang warga negaranya terlibat masalah hukum, tentu akan memberikan bantuan hukum. Selain itu mereka juga akan berusaha melobi Presiden Jokowi untuk dibebaskan.

"Tetapi masalah terkait dengan Narkoba, presiden sudah menyatakan bahwa semua grasi masalah narkoba akan ditolak oleh presiden," katanya.

Tedjo belum mengetahui persis apakah Presiden Jokowi juga telak menolak lobi PM Australia Tony Abbot. Tedjo kembali menegaskan semua terpidana terkait narkoba tidak akan diberikan grasi.

"Saya belum tau apakah sudah diajukan, tapi semua kasus yang sudah incracht hukum mati karena kasus narkoba, grasi akan ditolak oleh presiden. Ini pernyataan dari presiden. Jadi tidak akan tebang pilih," tuturnya.

Tedjo mengakui ada lobi dari Presiden Brasil dan PM Belanda. Menurut Tedjo semua negara harus menghormati hukum yang berlaku di Indonesia.

"Kemarin juga presiden Brasil kemudian juga PM Belanda juga sudah menelepon presiden tapi beliau menyatakan ini sudah keputusan negara sehingga negara-negara yang WN nya tersangkut masalah hukum bahkan dieksekusi mati harus menghargai dan menghormati hukum yang berlaku di Indonesia," tegasnya.
β€Ž
Tedjo tidak khawatir eksekusi mati terpidana narkoba yang merupakan warga negara asing akan mengganggu hubungan Indonesia dengan negara tersebut. Sebab, ada juga WNI yang dihukum mati di negara lain.

"Oh tidak, sama dengan kita. Anggota kita dihukum mati di Malaysia, sudah diberikan bantuan hukum dan dilaksanakan, kita juga tidak apa-apa dengan Malaysia," tutupnya.

Menko Polhukam Tedjo Edhy

Pemerintah Brasil dan Belandaβ€Ž protes soal eksekusi mati warga negaranya yang terlibat peredaran narkoba di Indonesia. Pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan tebang pilih kepada warga negara manapun yang melanggar hukum di Indonesia.

"Tidak ada (tebang pilih)," tegas Menko Polhukam Tedjo Edhy di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta, Senin (19/1/2015).

β€ŽTedjo mengatakanβ€Ž semua negara yang warga negaranya terlibat masalah hukum, tentu akan memberikan bantuan hukum. Selain itu mereka juga akan berusaha melobi Presiden Jokowi untuk dibebaskan.

"Tetapi masalah terkait dengan Narkoba, presiden sudah menyatakan bahwa semua grasi masalah narkoba akan ditolak oleh presiden," katanya.

Tedjo belum mengetahui persis apakah Presiden Jokowi juga telak menolak lobi PM Australia Tony Abbot. Tedjo kembali menegaskan semua terpidana terkait narkoba tidak akan diberikan grasi.

"Saya belum tau apakah sudah diajukan, tapi semua kasus yang sudah incracht hukum mati karena kasus narkoba, grasi akan ditolak oleh presiden. Ini pernyataan dari presiden. Jadi tidak akan tebang pilih," tuturnya.

Tedjo mengakui ada lobi dari Presiden Brasil dan PM Belanda. Menurut Tedjo semua negara harus menghormati hukum yang berlaku di Indonesia.

"Kemarin juga presiden Brasil kemudian juga PM Belanda juga sudah menelepon presiden tapi beliau menyatakan ini sudah keputusan negara sehingga negara-negara yang WN nya tersangkut masalah hukum bahkan dieksekusi mati harus menghargai dan menghormati hukum yang berlaku di Indonesia," tegasnya.
β€Ž
Tedjo tidak khawatir eksekusi mati terpidana narkoba yang merupakan warga negara asing akan mengganggu hubungan Indonesia dengan negara tersebut. Sebab, ada juga WNI yang dihukum mati di negara lain.

"Oh tidak, sama dengan kita. Anggota kita dihukum mati di Malaysia, sudah diberikan bantuan hukum dan dilaksanakan, kita juga tidak apa-apa dengan Malaysia," tutupnya.

Menkum HAM Yasonna Laoly

Menkum HAM Yasonna Laoly menghargai lobi negara sahabat warga negaranya yang dieksekusi mati di Indonesia. Meski begitu, Yasonna tetap menegaskan bahwa tidak ada toleransi untuk gembong narkoba.

"Ini sudah keputusan kita. Bahwa kita menghargai negara sahabat yang memperjuangkan hak warga negaranya untuk mencoba meminta pengampunan dari kita, tapi keputusan kita adalah begitu," kata Yasonna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/1/2015).

Yasonna menuturkan saat ini Indonesia sudah dalam kondisi darurat narkoba. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya para gembong diberi hukuman yang membuat jera.

"Kita melihat darurat narkoba di negara kita karena sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Maka pemerintah berkeputusan, kita harus beri pelajaran kepada bandar narkoba," ucap politikus PDIP ini.

"Bandarnya akan kita hukum mati. Kalau PK dan grasi ditolak, demi kepastian hukum itu harus kita lakukan untuk efek jera," sambung Yasonna.

Yasonna memaklumi bila ada protes-protes terkait hukuman mati ini dari negara yang tidak menganut hukuman mati. Dia mengutip putusan MK yang menyebut hukuman mati konstitusional.

"Belanda sudah tidak menganut hukuman mati. Tapi kita, hukum positif kita masih menganut itu. Dan, waktu diuji MK, itu konstitusional," ujarnya.

Bagaimana dengan hukuman mati untuk koruptor? Yasonna mengakui bahwa hal itu memang belum pernah dilakukan. Namun, kemungkinan tidak tertutup.

"Di peraturan perundang-undangnya ada, tapi bagi korupsi bencana alam, orang yang ambil dana untuk bencana alam. Tapi belum ada kita lihat seperti yang demikian," jelasnya.

Menkum HAM Yasonna Laoly

Menkum HAM Yasonna Laoly menghargai lobi negara sahabat warga negaranya yang dieksekusi mati di Indonesia. Meski begitu, Yasonna tetap menegaskan bahwa tidak ada toleransi untuk gembong narkoba.

"Ini sudah keputusan kita. Bahwa kita menghargai negara sahabat yang memperjuangkan hak warga negaranya untuk mencoba meminta pengampunan dari kita, tapi keputusan kita adalah begitu," kata Yasonna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/1/2015).

Yasonna menuturkan saat ini Indonesia sudah dalam kondisi darurat narkoba. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya para gembong diberi hukuman yang membuat jera.

"Kita melihat darurat narkoba di negara kita karena sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Maka pemerintah berkeputusan, kita harus beri pelajaran kepada bandar narkoba," ucap politikus PDIP ini.

"Bandarnya akan kita hukum mati. Kalau PK dan grasi ditolak, demi kepastian hukum itu harus kita lakukan untuk efek jera," sambung Yasonna.

Yasonna memaklumi bila ada protes-protes terkait hukuman mati ini dari negara yang tidak menganut hukuman mati. Dia mengutip putusan MK yang menyebut hukuman mati konstitusional.

"Belanda sudah tidak menganut hukuman mati. Tapi kita, hukum positif kita masih menganut itu. Dan, waktu diuji MK, itu konstitusional," ujarnya.

Bagaimana dengan hukuman mati untuk koruptor? Yasonna mengakui bahwa hal itu memang belum pernah dilakukan. Namun, kemungkinan tidak tertutup.

"Di peraturan perundang-undangnya ada, tapi bagi korupsi bencana alam, orang yang ambil dana untuk bencana alam. Tapi belum ada kita lihat seperti yang demikian," jelasnya.

Wakil Ketua DPR Fadly Zon

PM Australia Tony Abbott melobi Presiden Jokowi agar tak mengeksekusi dua warga negaranya yang sudah divonis mati karena kejahatan narkoba. Wakil Ketua DPR bidang politik, hukum, dan pertahanan, Fadli Zon mendukung Jokowi menolak lobi Australia.

"Harus konsisten. Saya kira masyarakat mendukung, DPR juga sangat mendukung untuk pelaksanaan eksekusi mati. Narkoba ini kejahatan luar biasa," kata Fadli saat berbincang, Senin (19/1/2015).

Fadli mengapresiasi Presiden Jokowi yang berani menolak lobi Presiden Brasil dan Raja Belanda terkait eksekusi mati kedua warga negaranya. Dia menuntut Jokowi bersikap konsisten dengan menolak segala bentuk lobi terkait vonis mati gembong narkoba di Indonesia.

"Pengguna narkoba di Indonesia sudah sampai 4,5 juta jiwa. Mereka harus menghormati hukum di Indonesia, apalagi sudah memenuhi prosedur hukum," ujar Waketum Gerindra ini.

Pihak Australia berusaha menyelamatkan 2 warganya dari ancaman hukuman mati karena terlibat kasus narkoba dalam kelompok 'Bali Nine'. Perdana Menteri Australia Tony Abbott telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait permintaannya tersebut.

"Perdana Menteri telah berkirim surat kepada Presiden (Joko) Widodo," kata Menteri Luar Negeri Australia Julia Bishop seperti diberitakan AFP, Senin (19/1/2015).

Dua warga negara Australia yang menunggu hukuman mati itu adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Permohonan grasi Myuran Sukumaran telah ditolak oleh Presiden Jokowi pada Desember lalu. Sementara Andrew Chan menunggu hasil permohonan grasinya.

'Bali Nine' merupakan istilah yang ditempelkan media kepada 9 warna Australia yang berusaha menyelundupkan heroin 8,2 kg dari Australia ke Bali pada 17 April 2005. Polisi menyebut Andrew Chan sebagai godfather kelompok ini.

Wakil Ketua DPR Fadly Zon

PM Australia Tony Abbott melobi Presiden Jokowi agar tak mengeksekusi dua warga negaranya yang sudah divonis mati karena kejahatan narkoba. Wakil Ketua DPR bidang politik, hukum, dan pertahanan, Fadli Zon mendukung Jokowi menolak lobi Australia.

"Harus konsisten. Saya kira masyarakat mendukung, DPR juga sangat mendukung untuk pelaksanaan eksekusi mati. Narkoba ini kejahatan luar biasa," kata Fadli saat berbincang, Senin (19/1/2015).

Fadli mengapresiasi Presiden Jokowi yang berani menolak lobi Presiden Brasil dan Raja Belanda terkait eksekusi mati kedua warga negaranya. Dia menuntut Jokowi bersikap konsisten dengan menolak segala bentuk lobi terkait vonis mati gembong narkoba di Indonesia.

"Pengguna narkoba di Indonesia sudah sampai 4,5 juta jiwa. Mereka harus menghormati hukum di Indonesia, apalagi sudah memenuhi prosedur hukum," ujar Waketum Gerindra ini.

Pihak Australia berusaha menyelamatkan 2 warganya dari ancaman hukuman mati karena terlibat kasus narkoba dalam kelompok 'Bali Nine'. Perdana Menteri Australia Tony Abbott telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait permintaannya tersebut.

"Perdana Menteri telah berkirim surat kepada Presiden (Joko) Widodo," kata Menteri Luar Negeri Australia Julia Bishop seperti diberitakan AFP, Senin (19/1/2015).

Dua warga negara Australia yang menunggu hukuman mati itu adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Permohonan grasi Myuran Sukumaran telah ditolak oleh Presiden Jokowi pada Desember lalu. Sementara Andrew Chan menunggu hasil permohonan grasinya.

'Bali Nine' merupakan istilah yang ditempelkan media kepada 9 warna Australia yang berusaha menyelundupkan heroin 8,2 kg dari Australia ke Bali pada 17 April 2005. Polisi menyebut Andrew Chan sebagai godfather kelompok ini.

Ketua DPD Irman Gusman

Ketua DPD Irman Gusman mendukung tindakan tegas pemerintah dalam menjatuhkan hukuman mati kepada 6 gembong narkoba. Peredaran narkoba merusak dan menghancurkan generasi bangsa.

Untuk itu, perlu tindakan tegas dari semua pihak baik pemerintah, penegak hukum dan lembaga negara atas hal tersebut.

"Saya mendukung tindakan pemerintah dalam eksekusi mati penjahat narkoba. Generasi muda Indonesia harus diselamatkan," ucap Irman setelah dinobatkan sebagai penasihat pesantren Cikawung Luwuk, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (19/1/2015).

Menurut Irman, eksekusi mati pengedar narkoba pada warga negara asing dan warga negara Indonesia dilakukan lantaran kejahatan narkoba ini bukan hanya kejahatan kriminal suatu negara. Tapi juga merupakan kejahatan lintas negara.

"Menurut saya banyak negara yang tidak puas dengan apa yang kita lakukan. Tapi perlu kita jelaskan bahwa narkoba ini berkaitan dengan transcrime," ungkap Irman dalam pernyataan tertulis.

6 Gembong narkoba sudah dieksekusi mati pada Minggu (18/1/2015) pukul 00.30 WIB. Mereka adalah Namaona Denis, Marco Archer Cardoso Moreira, Daniel Enemuo, Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya, Tran Thi Bich Hanh dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI). 5 Gembong narkoba tersebut ditembak mati di LP Nusakambangan. Sedangkan 1 yakni Rani Andriani ditembak di LP Bulu Semarang.

Ketua DPD Irman Gusman

Ketua DPD Irman Gusman mendukung tindakan tegas pemerintah dalam menjatuhkan hukuman mati kepada 6 gembong narkoba. Peredaran narkoba merusak dan menghancurkan generasi bangsa.

Untuk itu, perlu tindakan tegas dari semua pihak baik pemerintah, penegak hukum dan lembaga negara atas hal tersebut.

"Saya mendukung tindakan pemerintah dalam eksekusi mati penjahat narkoba. Generasi muda Indonesia harus diselamatkan," ucap Irman setelah dinobatkan sebagai penasihat pesantren Cikawung Luwuk, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (19/1/2015).

Menurut Irman, eksekusi mati pengedar narkoba pada warga negara asing dan warga negara Indonesia dilakukan lantaran kejahatan narkoba ini bukan hanya kejahatan kriminal suatu negara. Tapi juga merupakan kejahatan lintas negara.

"Menurut saya banyak negara yang tidak puas dengan apa yang kita lakukan. Tapi perlu kita jelaskan bahwa narkoba ini berkaitan dengan transcrime," ungkap Irman dalam pernyataan tertulis.

6 Gembong narkoba sudah dieksekusi mati pada Minggu (18/1/2015) pukul 00.30 WIB. Mereka adalah Namaona Denis, Marco Archer Cardoso Moreira, Daniel Enemuo, Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya, Tran Thi Bich Hanh dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI). 5 Gembong narkoba tersebut ditembak mati di LP Nusakambangan. Sedangkan 1 yakni Rani Andriani ditembak di LP Bulu Semarang.
Halaman 2 dari 10
(dha/kha)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads