Menlu Retno Diminta Aktif Urai Ketegangan Belanda-Brasil & Indonesia

Menlu Retno Diminta Aktif Urai Ketegangan Belanda-Brasil & Indonesia

- detikNews
Senin, 19 Jan 2015 19:54 WIB
Jakarta - Pemerintah Belanda dan Brasil menarik Duta Besarnya dari Indonesia menyusul pelaksanaan eksekusi mati bagi terpidana narkotika di Nusakambangan dan Boyolali. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pun diminta proaktif melakukan tindakan untuk merekatkan kembali hubungan diplomasi.

Direktur Program Paska Sarjana Diplomasi, Universitas Paramadina, Dinna Wisnu menilai, hubungan bilateral Indonesia dengan kedua negara itu bisa putus jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menunjukan empati.

“Kalau gak ditindaklanjuti dengan pendekatan intensif antara Menlu kita dengan Belanda dan Brasil, ya teganglah. Karena ini sudah sampai level tinggi, kalau sampai dipanggil, ini unjuk politik bahwa Brasil dan Belanda mempertanyakan komitmen Jokowi sebagai presiden, mana humanisnya,” kata Dinna saat berbincang usai diskusi Kebijakan Luar Negeri 10 Tahun masa SBY, di kantor CSIS, Jakarta Pusat, Senin (19/1/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dinna menyatakan, banyak ekspektasi dari negara lain bahwa Jokowi akan menjadi presiden yang lebih dekat dengan isu negara berkembang. Sayangnya, kata dia, Jokowi mengambil langkah yang mempersulit posisi Indonesia dalam bernegosiasi.

“Langkahnya kemarin terburu-buru. Saya mau lebih tegas lagi bilang, Pak Jokowi ini sebenarnya mau sekedar beda saja dengan Pak SBY atau memang punya prinsip? Kalau Beliau punya prinsip, ketika Beliau menyampaikan jawaban atas protes keras dari Brasil atau Belanda, jawabannya akan kelihatan lebih manusiawi, lebih dalam dan ada empati,” ujarnya.

“Yang kemarin saya rasakan enggak. Artinya sekedar penegakan hukum, selesai. Jawaban dia sama Belanda dan Brasil seakan-akan dia enggak paham kenapa Brasil dan Belanda menyampaikan keberatan itu,” imbuh Dinna.

Doktor lulusan Ohio State University ini menambahkan, Belanda dan Brazil sudah sejak lama meninggalkan hukuman mati. Apalagi untuk kasus-kasus organized crime seperti narkotika, hukuman mati disebut bukan solusi untuk memutus mata rantai kejahatan tersebut.

Alih-alih memberikan efek jera, kata Dinna, justru membuat masalah baru dalam masyarakat karena gembong narkotika sering menekan keluarga dari pengedar yang divonis mati.

“Organized crime itu, saat dimatikan satu, itu malah beranak. Artinya bukan kita menyelesaikan masalah tapi menciptakan masalah baru dalam masyarakat. Apakah sampai ke sana pemikiran Pak Jokowi? Mudah-mudahan gak luput dari perhatian beliau,” tuturnya.

“Jokowi bilang, kalau HAM ya HAM, kalau urusan penegakan hukum ya penegakan hukum. Tapi buat saya, minimal dalam hal diplomasi, kita bisa menyampaikan hal itu dengan lebih elegan. Cara penyampaian Pak Jokowi kemarin sekedar sambil lalu, seakan-akan keprihatinan dari Brasil maupun Belanda ini cuma sekedar hal yang masih bisa diterima secara umum,” kata dia dengan nada kecewa.

(ros/vid)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads