“Ini baru awal, tapi kalau nanti dieksekusi semua, dan kalau terlalu banyak negara yang menarik dubesnya, itu tidak terlalu bagus untuk reputasi Indonesia di dunia internasional. Kan ada 58 lagi kan yang menunggu eksekusi mati,” kata Aleksius saat berbincang usai diskusi membahas kebijakan luar negeri 10 tahun SBY, di kantor CSIS, Jalan Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Senin (19/1/2015).
Lantas apakah dampaknya yang paling parah untuk Indonesia jika berbagai negara menarik duta besarnya karena memprotes eksekusi hukuman mati tersebut
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut langkah yang diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berkomitmen menindak tegas pengedar narkotika, justru akan mempersulit Indonesia. Pasalnya, ada ribuan WNI yang juga terjerat hukum dan bahkan terancam dieksekusi mati di berbagai negara lain.
“Jokowi sudah membuka semacam kotak Pandora, menempatkan diri dalam posisi sulit. Ini masih ada 58 orang (terpidana mati) yang masih menunggu. Apa kita mau matiin semua? Tapi kalau yang lain tidak didor, kenapa yang sudah-sudah didor. Tapi kalau sebaliknya, orang akan mempertanyakan dia lagi bilang tidak konsisten, tidak tegas,” ucap Aleksius.
Lulusan Katholieke Universiteit Leuven (KUL) Belgium ini melanjutkan, hukuman mati sebaiknya dihapuskan dari pemerintahan Indonesia.
“Harus ada target untuk tinggalkan hukuman mati itu dalam pemerintahan Indonesia ke depannya. Kalau enggak nanti berputar terus, siapa lagi yang nanti anda eksekusi. Sekarang Indonesia masih pro hukuman mati, itu lebih banyak ruginya daripada untungnya. Apalagi orang juga mempertanyakan efek jeranya kan,” pungkasnya.
(ros/vid)