Ada 2 rekaman sadapan yang diperdengarkan dalam persidangan Gulat Manurung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/1/2015). Rekaman pertama yang diputar terkait berita acara pemeriksaan nomor 64 kala Annas diperiksa penyidik KPK.
Tapi rekaman yang diputar hanya beberapa detik. "Komisi IV jangan lupa," kata Annas kepada Gulat dalam sambungan telepon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk DPR RI, begitu, jadi kita tidak perlu berulang-ulang," kata Annas dalam rekaman yang diperdengarkan di persidangan. Gulat merespon perkataan Annas dengan mengatakan, "Iya Pak, Bapak pun tak perlu bolak balik Jakarta, gitu ya Pak," timpal Gulat.
"Pak Menteri minta ini diselesaikan," sambung Annas dalam percakapan telepon tersebut lantas kembali menyinggung DPR. "Jangan lupa Komisi IV juga itu," kata Annas diiyakan Gulat dalam percakapan.
Jaksa KPK menyebut rekaman yang diputar merupakan percakapan tanggal 20 September 2014. Tapi Jaksa ataupun Majelis Hakim tak mengorek keterangan Annas soal komunikasi ini.
Tim penasihat hukum Gulat mengkonfirmasi isi BAP Annas yang menyebut adanya alokasi 'jatah' untuk DPR dalam pengurusan usulan revisi SK Menhut. Memang untuk usulan revisi terkait areal kebun rakyat dan perusahaan, Komisi IV DPR harus memberikan persetujuan.
"Disini di BAP 65, ini juga mengenai rekaman suara. Saudara saksi menjelaskan maksud saya mengatakan untuk DPR RI 2,9 miliar adalah alokasi uang Rp 2,9 miliar untuk anggota Komisi IV sebanyak 64 orang dengan harapan DPR mau memberikan persetujuan terhadap kawasan hutan yang kami ajukan ke Menhut," kata anggota tim penasihat hutkum Gulat membacakan BAP Annas Maamun.
Annas yang mengiyakan keterangan tersebut kembali dicecar penasihat hukum Gulat. "Apa dasar saksi dengan muncul angka 2,9 miliar. Apakah dibagi rata 64 anggota dewan atau gmana?" lanjut penasihat hukum.
Menurut Annas duit itu memang untuk operasional kala mengurus permohonan revisi SK 673 Menhut-II/2014 tanggal 9 Agustus 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan. Duit dipakai membiayai akomodasi utusan perwakilan masyarakat Riau untuk bertemu Zulkifli Hasan termasuk akomodasi rapat dengan DPR.
Sebab untuk urusan perubahan kawasan hutan terkait lahan Dampak Penting Cakupan Luas (DPCLS), persetujuannya harus melalui Komisi IV DPR yang membidangi kehutanan.
"Saya jelaskan akan mengutus masyarakat-masyarakat termasuk untuk rapat hotel anggota dewan. Rapat di hotel berapa biaya, itu kita sepakatkan dengan Pak Gulat," jelas Annas.
Usai persidangan, Annas menyebut penyebutan Zulkifli Hasan dalam percakapan telepon tidak terkait dengan urusan duit yang disiapkan untuk biaya operasional termasuk ke DPR.
"Pak menteri minta supaya (proses usulan revisi) ini dipercepat karena dia jadi anggota DPR, dia minta dipercepat," ujar dia.
Awal mula kongkalikong terkait usulan revisi SK Menhut berawal saat Zulkifli Hasan menyampaikan peluang revisi surat Keputusan Menhut SK 673/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan. Zulkifli yang datang ke HUT Riau pada 9 Agustus 2014 menurut Annas menyampaikan kesempatan mengajukan permohonan revisi.
"Saya beri kesempatan masyarakat Riau untuk menambah lagi, merevisi SK 673 supaya diperbaiki lagi, diusulkan untuk jadi APL (area penggunaan lainnya)," ujar Annas mengutip pidato Zulkifli kala itu.
Peluang ini lantas dimanfaatkan Annas Maamun dengan memerintahkan pejabat terkait di Pemprov Riau untuk menelaah keberadaan kawasan yang direncanakan dalam program pembangunan daerah yang masih masuk sebagai kawasan hutan untuk diusulkan revisi menjadi bukan kawasan hutan.
Nah, Gulat yang juga mengetahui peluang revisi ini lantas menemui Annas Maamun. Dia meminta kebun sawit miliknya termasuk milik anggota Asosiasi Petani Sawit Riau masuk dalam revisi usulan kawasan bukan hutan.
Pada surat usulan revisi SK 673 pertama yang ditandatangani Annas pada 12 Agustus 2014, Pemprov Riau mengajukan usulan kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan untuk area penggunaan lainnya (APL) terkait kepentingan Pemprov ke Menhut.
"Usulan pertama itu semua kegiatan-kegiatan pemerintah, jalan-jalan yang akan dibuat pemerintah, sekolah-sekolah yang akan dibuat pemerintah," jelasnya juga mengiyakan usulan kawasan hutan rakyat miskin Rokan Hilir
seluas 1.700 hektar.
Sedangkan pada surat kedua yang diteken 17 September 2014, masuk usulan lokasi lahan kebun Gulat Manurung dan milik anggota Asosisasi Petani Kelapa Sawit wilayah Riau.
"Surat pertama kebun Asosiasi tak ada, surat yang kedua baru ada yang tergabung dalam asosiasi," imbuh dia. Selain itu masuk pula usulan lokasi lahan di Kuantan Singingi dan Siak.
"Usulan ketua asosiasi Pak Gulat," ujarnya.
Annas Maamun memang mengaku dirinya meminta duit Rp 2,9 miliar kepada Gulat yang meminta lahan kebun sawitnya masuk ke dalam revisi SK Menhut soal penetapan perubahan kawasan hutan.
"(Gulat sampaikan, red) lisan, datang ke rumah kita. Mohon dimasukkan kebun-kebun yang di bawah asosiasi sawit. Saya suruh Pak Gulat jumpa Kadis Kehutanan," kata Annas.
Dari duit Rp 2,9 miliar yang diminta, Gulat berdasarkan pengakuan Annas hanya menyanggupi USD 100 ribu dan Rp 500 juta. Tapi dari mana asal muasal duit yang diserahkan, Annas mengaku tak tahu.
(fdn/vid)