"Di sini orangnya individualis, lo lo, gue gue," kata seorang warga Dita (28) saat membuka perbincangan dengan detikcom, Senin (19/1/2015).
Dita sejak kecil tinggal di kompleks perumahan kelas menengah tersebut sehingga akrab dengan dinamika yang terjadi di lingkungannya, termasuk narkotika. Ada yang ditangkap polisi, jadi buronan atau dipenjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah Dita sendiri berada di sebuah jalan yang tidak jauh dari pos satpam. Jalan di depan rumah sepanjang 100 meter buntu dan berdiri 20-an rumah yang saling berhadapan.
"Tetangga sebelah rumah saya ada yang makai narkoba sejak kuliah, lalu bekerja, punya 4 anak. Sempat masuk penjara dan sempat pula masuk pesantren tapi kabur. Lalu masuk penjara lagi dan kena HIV/AIDS. Keluar penjara, tidak berapa lama meninggal dunia karena HIV/AIDS," cerita Dita.
Di depan rumah Dita, ada pula yang mulai memakai narkoba sejak SMA. Sempat overdosis dan hampir meninggal dunia, tapi bisa diselamatkan oleh keluarganya. Setelah itu ikut rehabilitasi dan tidak lagi mengkonsumsi narkoba. Meski demikian, narkotika telah menyerang syaraf otak sehingga anak tersebut kini mengalami penurunan fungsi otak.
"Kalau malam-malam suka menjerti-jerit sendiri. Kalau dibanding dengan anak idiot, masih lebih bagus anak idiot. Kalau ini diajak ngomong saja tidak nyambung. Akhirnya dipindahkan ke Kalimantan," tutur Dita.
Adapun rumah sebelahnya dihuni keluarga besar. Mereka akrab dengan narkotika.
"Kalau cuma ganja, sudah biasa," cerita Dita.
Narkoba memang telah merasuki segala segi kehidupan dan bagaikan virus yang mudah menular. Karena itu keluarga harus ekstra hati-hati agar anak-anak mereka tidak mencicipi narkotika.
"Ya beginilah kompleks saya. Kalau saya, merokok saja tidak pernah," ujar Dita.
(asp/nrl)