"Tidak perlu ditanggapi secara ekstrim, tidak perlu dengan kemarahan. Itu hal yang biasa dan lumrah yang dilakukan dua negara itu," ujar TB Hasanudin di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/1/2015).
Dia mengatakan penarikan ini mengisyaratkan hanya meminta penjelasan langsung kepada dua dubes itu. Selain itu, untuk mengingatkan kalau kedua pemerintah negara itu mungkin tidak kesetujuan dengan kebijakan eksekusi mati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjutnya, meski mendapat protes dari kedua negara itu, kebijakan pemerintah perlu didukung dan dilanjutkan. Dia menjelaskan persoalan narkoba sudah meresahkan dampaknya bagi masyarakat Indonesia.
"40 Orang setiap hari mati karena narkoba. Ini kan tingkat kegawatan yang tinggi. Mereka menyelundupkan dari luar barang itu untuk merusak generasi bangsa kita," katanya.
Lagipula, kata dia, terkait eksekusi mati ini sudah diputuskan sejak tahun 2000. Namun, terkatung-katung dan terus tidak segera dieksekusi.
"Sekarang dalam hal kapasitas kita melakukan eksekusi sesuai prosedur dan sudah sejak tahun 2000-an. Itu sudah final, sudah 14 tahun terkatung-katung. Saran saya pemerintah harus lanjut soal ini," ujarnya.
(hat/trq)