MK: Permohonan Penghapusan Hukuman Mati Menihilkan Kualitas Sifat Jahat

MK: Permohonan Penghapusan Hukuman Mati Menihilkan Kualitas Sifat Jahat

- detikNews
Jumat, 16 Jan 2015 16:02 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (ari saputra/detikcom)
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tegas hukuman mati sah dan konstitusional di Indonesia. Hal ini menyikapi permohonan Rini Andriani yang ingin hukuman mati dihapus pada 2007. Rini sendiri akan dieksekusi mati pada 18 Januari nanti.

"Tampak nyata bahwa hampir seluruh dalil Pemohon dibangun di atas argumentasi yang bertolak semata-mata dari perspektif hak untuk hidup (right to life) orang yang dijatuhi pidana mati. Kelemahan yang tak mudah untuk dielakkan oleh pandangan demikian adalah pandangan demikian akan dipahami sebagai pandangan yang menisbikan, bahkan menihilkan, kualitas sifat jahat dari perbuatan atau kejahatan yang diancam dengan pidana mati tersebut," putus MK sebagaimana dikutip detikcom dari putusan MK Nomor 2-3/PUU-V/2007 halaman 405, Jumat (16/1/2015).

Padahal, kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana mati itu adalah kejahatan-kejahatan yang secara langsung maupun tidak langsung menyerang hak untuk hidup (right to life) dan hak atas kehidupan (right of life). Yang tak lain dan tak bukan adalah hak yang justru menjadi dasar pembelaan paling hakiki dari pandangan yang menghendaki dihapuskannya pidana mati tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertanyaan yang timbul kemudian adalah di manakah letak perbedaan hakiki antara hak untuk hidup dari pelaku kejahatan yang diancam dengan pidana mati tersebut dan hak untuk hidup dari mereka yang menjadi korban kejahatan itu?" ujar MK.

Sehingga, lanjut MK, yang satu harus dimutlakkan (dalam hal ini hak untuk hidup pelaku kejahatan yang diancam dengan pidana mati) sedangkan yang lain dapat dinisbikan, bahkan dinihilkan (dalam hal ini hak untuk hidup korban), setidak-tidaknya diabaikan dari pertimbangan para penyokong penghapusan pidana mati.

"Dengan rumusan kata-kata yang berbeda, bagaimanakah penjelasan yang dapat diterima oleh akal sehat dan rasa keadilan bahwa hak hidup dari pelaku kejahatan pembunuhan berencana, pelaku kejahatan genosida, pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan, pelaku kejahatan terorisme--sekadar untuk menunjuk beberapa contoh-- harus dimutlakkan dengan mengabaikan hak untuk hidup korban dari kejahatan-kejahatan itu," papar putusan yang diketok pada 30 Oktober 2007 itu.

Rani mengajukan gugatan bersama dengan terpidana mati lainnya yaitu Edith Yunita Sianturi, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Mereka berempat meminta hukuman mati dilenyapkan dari bumi Indonesia dengan bantuan pengacara Todung Mulya Lubis. Di kasus itu, permohonan Myuran dan Andrew tidak diterima karena keduanya bukan WNI sehingga tidak memiliki hak hukum menggugat UU Indonesia. Keduanya merupakan warga Australia dan terkenal sebagai 'Bali Nine'.

"Kegagalan untuk memberikan penjelasan yang dapat diterima oleh akal sehat dan rasa keadilan atas pertanyaan tersebut mengakibatkan seluruh bangunan argumentasi yang disusun di atas landasan pembelaan atas hak untuk hidup sebagai hak mutlak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun menjadi sangat problematis," pungkas MK.

(asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads