"Ingat, rakyat pilih Jokowi karena memang dia Jokowi, bukan karena PDIP atau Megawati apalagi Surya Paloh," kata pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, kepada wartawan, Jumat (16/1/2015).
Jokowi harus berani mengambil keputusan secara mandiri dengan pertimbangan suara rakyat. Bukan bisikan dari Mega-Paloh ataupun petinggi KIH lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bisikan Mega-Paloh memang belakangan dinilai sangat mengganggu Jokowi. Setelah Komjen Budi Gunawan jadi tersangka misalnya, Mega-Paloh dan petiggi KIH Rapat, konon hasilnya melanjutkan Komjen Budi jadi Kapolri.
Benar saja, setelah makan siang dengan Jokowi di Istana Negara kemarin Kamis (15/1) Surya Paloh langsung bicara soal kemungkinan Komjen Budi dilantik jadi Kapolri.
"Dilematisnya kita kenapa terlambat dan kenapa terlau cepat. Ini kadang-kadang membuat masyarakat kita semakin bingung. Apa yang salah dalam proses percepatan itu, saya pikir lebih cepat lebih baik," kata Paloh.
Setelah DPR menyetujui Komjen Budi jadi Kapolri, kini semua pihak menunggu sikap negarawan Presiden Jokowi yang bakal segera memutuskan siapa yang bakal dilantik jadi Kapolri. Presiden RI ke-6 SBY bahkan menyampaikan pesan khusus agar Presiden Jokowi berpihak kepada suara rakyat.
"Mari kita selamatkan Negara, Presiden dan Polri. Dengarkan suara rakyat," demikian pesan SBY yang seolah langsung mengarah ke Presiden Joko Widodo, melalui twitter, Jumat (16/1/2015).
Jadi, apakah Presiden Jokowi akan mendengarkan suara rakyat dan berani menolak bisikan Mega-Paloh?
"Bila Jokowi masih mendengarkan Mega dan Paloh, silakan tanggalkan jabatan presiden pilihan rakyat dan kembali jadi petugas partai," sindir Hendri Santrio.
(van/try)