Mengenang Garuda GA421 yang Selamat Mendarat di Sungai Bengawan Solo

Mengenang Garuda GA421 yang Selamat Mendarat di Sungai Bengawan Solo

- detikNews
Jumat, 16 Jan 2015 11:16 WIB
(Foto: KNKT)
Jakarta - Jauh sebelum insiden pesawat US Airways 1549 pada 15 Januari 2009 lalu dan sang pilot Chesley B 'Sully' Sullenberger dipuji-puji, di Indonesia tepat hari ini 13 tahun lalu, memiliki peristiwa serupa. Pendaratan Garuda Indonesia GA 421 di Sungai Bengawan Solo. Sang pilot, Abdul Rozaq (58), juga dipuji-puji dunia.

Pesawat berjenis Boeing 737-300 dengan nomor registrasi PK-GWA itu berangkat dari Ampenan-Mataram pukul 16.32 Wita dengan 54 penumpang dan 6 awak kabin ke Yogyakarta. Saat turun ke ketinggian 19 ribu kaki, pesawat memasuki formasi awan cumulonimbus (CB) tebal.

Akibatnya, pesawat mengalami turbulensi hebat karena di dalam awan itu terjadi hujan lebat dan hujan es. Banyaknya air dan es yang masuk dalam mesin ini menyebabkan kedua mesin pesawat kehilangan dayanya. Saat pilot dan kopilot berupaya menyalakan lagi mesin pesawat ketika di luar masih terjadi hujan lebat, namun gagal. Lantas, pilot memutuskan bahwa pesawat harus mendarat darurat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pendaratan darurat dilakukan secara ditching alias mendarat di air di Sungai Bengawan Solo, tepatnya di Desa Serenan, Jawa Tengah. Satu pramugrari meninggal karena terlempar keluar pesawat, satu awak kabin dan 12 penumpang mengalami luka serius, dan penumpang sisanya plus pilot-kopilot dan 2 awak kabin tidak terluka. Demikian seperti dijelaskan dalam laporan final Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang dirilis di situsnya.



(Foto: KNKT)

Menurut KNKT, kemungkinan penyebab kecelakaan itu adalah kombinasi dari:

1. Pesawat memasuki hujan lebat dan hujan es parah saat berusaha menghindari cuaca buruk yang mengakibatkan kedua mesin mengeluarkan percikan api.
2. Upaya menyalakan kedua mesin pesawat gagal karena pesawat masih dalam lingkungan yang bercurah hujan lebat. Upaya itu di luar kemampuan mesin pesawat yang bersertfikasi itu.
3. Saat menyalakan kedua mesin pesawat kembali, pesawat mengalami kehabisan daya listrik.

Sedangkan sang pilot, Abdul Rozaq, mendapatkan pujian dunia. Rozaq sempat mengenang kembali pengalaman yang menegangkan itu dan mengatakan dia harus memasuki awan Cumulonimbus untuk menghindari gunung di kanan pesawat.



(Foto: Courtesy TransTV)


β€œSaat itu di kanan pesawat ada gunung. Jadi mau-tidak mau saya harus masuk awan kumulonimbus. Peristiwa berlangsung cepat,” ujar Rozaq mengenang pengalaman pahitnya di Kantor Otoritas Bandara Wilayah 1 Soekarno-Hatta, Senin malam (29/12), seperti dikutip dari CNN Indonesia.

GA 421 waktu itu menempuh rute Mataram-Yogyakarta. Ketinggian pesawat 23 ribu kaki. Saat masuk kumulonimbus, GA 421 sudah tak bisa berkomunikasi dengan ATC terdekat. Rozaq kehilangan pemandu di darat. Dia harus mengambil keputusan apapun seorang diri.

β€œSaya mengendarai pesawat secara manual karena komunikasi terputus. Pesawat lalu turun hingga ketinggian 7 ribu kaki hanya dalam waktu lima menit. Pada ketinggian itu, saya bisa melihat ada sungai,” kata pria 58 tahun itu. Ia belakangan tahu sungai itu adalah Bengawan Solo.

Kisah pilot Abdul Rozaq ini sudah dituliskan menjadi buku "Miracle of Flight" pada 2009 lalu. Seperti dikutip dalam buku itu, Rozaq mencoba mengungkapkan sebagian kisah misteri itu sampai pada suatu titik simpul bahwa hidup itu memang harus dijalani. Tidak bisa dihindari. Seberat apapun masalah yang ada. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Sebab di atas sana ada: Maha Penentu Kehidupan.



(Foto: Istimewa)


(nwk/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads