"Seandainya saya masih 30 tahun, saya akan keluar dari Prancis dan pindah ke Israel," cetus Laurent S., pria Yahudi yang berumur 50-an tahun seperti dilansir kantor berita AFP, Senin (12/1/2015).
Empat orang tewas pada Jumat, 9 Januari waktu setempat ketika Amedy Coulibaly menyerbu toserba di Paris timur dan menyandera beberapa pengunjung. Serangan ini terjadi hanya dua hari setelah tiga orang termasuk pria kakak-beradik Kouachi membantai 12 orang di kantor majalah satir Charlie Hebdo di Paris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang manajer supermarket di sebelah utara Paris mengaku, dirinya hidup dalam ketakutan seiring melonjaknya serangan dan ancaman anti-Semit hingga dua kali lipat antara tahun 2013 dan 2014.
"Sejak kita memiliki Internet, penghinaan terus menghujani kami dan kebencian menyebar," tutur wanita yang enggan disebut namanya itu.
Banyak warga Yahudi lainnya yang telah memilih untuk angkat kaki dari Prancis. Sekitar 7 ribu orang Yahudi tercatat telah meninggalkan Prancis pada tahun 2014 dan pindah ke Israel. Angka ini sekitar dua kali lipat dari tahun 2013.
Menyusul serangan di supermarket Yahudi di Paris tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerukan warga Yahudi lainnya untuk pindah ke Israel.
"Bagi seluruh warga Yahudi Prancis, seluruh Yahudi Eropa, saya ingin menyatakan bahwa Israel bukan hanya sebagai arah tempat kalian berdoa, negara Israel adalah rumah kalian," tutur Netanyahu dalam statemennya.
Untuk meredakan kekhawatiran warga Yahudi, pemerintah Prancis melakukan berbagai upaya untuk menenangkan komunitas Yahudi.
"Prancis tanpa Yahudinya adalah bukan Prancis," kata Perdana Menteri Prancis Manuel Valls.
Presiden Prancis Francois Hollande pun telah bertemu dengan para pemimpin Yahudi dan berjanji akan meningkatkan keamanan bagi komunitas Yahudi.
(ita/ita)