"Menteri Kehutanan telah melakukan maladministrasi dalam penerbitan SK Menhut No. 463/Menhut-II/20013 berupa penyimpangan prosedur dalam bentuk mengabaikan Perpres 87/2011 dan tidak mendasarkan keputusannya pada hasil Tim Terpadu sesuai ketentuan PP 10/2010," kata Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana membacakan paparan rekomendasi Ombudsman di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Jumat (9/1/2014).
Akibat SK Kemenhut itu, proses penyelenggaraan pelayanan publik di Pulau Batam dan Provinsi Kepulauan Riau disebut menjadi terhambat karena terjadi ketidakpastian hukum bagi masyarakat dan dunia usaha khususnya perizinan investasi, administrasi pertanahan, dan layanan perbankan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Perpres tersebut telah ditetapkan bahwa kawasan Tanjung Uncang, Tanjung Gudap, Batu Ampar, Telaga Punggur danSekupang sebagai kawasan industri. "Namun dalam SK Menhut No.463/Menhut II/2013 kawasan-kawasan tersebut ditetapkan menjadi kawasan hutan," sambungnya.
Selain itu SK No.463 Menhut juga tidak memperhatikan kondisi eksisting dengan menetapkan kawasan Batam Center dan Batu Aji sebagai areal hutan. "Padahal di lokasi tersebut telah berdiri kantor pemerintahan dan sudah puluhan tahun dibangun di kawasan Batam Center dan ribuan rumah penduduk sudah terbangun di Batu Aji," lanjut Danang.
Terbitnya SK ini membuat kondisi sosial di Batam menjadi tidak kondusif. Sebab SK Menhut membuat sekitar 22 ribu rumah dan 49 galangan kapal di Batam tiba-tiba berada di lokasi hutan alias ilegal. "Padahal rumah-rumah penduduk dan galangan kapal tersebut sebelumnya telah mendapatkan izin resmi dari pemerintah," tutur Danang.
Dampak buruknya, investor yang sudah memenuhi syarat perizinan dan telah memenuhi kewajiban membayar pajak malah terancam kehilangan haknya karena perubahan penetapan lokasi menjadi kawasan hutan.
Karena itu Ombudsman merekomendasikan agar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan SK baru untuk menetapkan kawasan hutan dan bukan kawasan hutan di Kepulauan Riau berdasarkan hasil penelitian Tim Terpadu.
Danang mengingatkan sesuai ketentuan Pasal 38 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman, menegaskan rekomendasi yang dikeluarkan wajib dilaksanakan. "Dan melaporkan pelaksanaannya dalam waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal diterimanya rekomendasi ini," tegasnya.
(fdn/fjr)