Perundingan kedua yang digelar di Kantor DPP Golkar, Slipi, Kamis (8/1) kemarin belum menemukan formula islah yang disepakati kedua pihak. Kalau ada kesepakatan hanya normatif soal dukungan ke pemerintahan Jokowi-JK, itu pun kemudian dibantah oleh kubu Aburizal yang menegaskan setia di Koalisi Merah Putih (KMP).
Tiga poin yang membuat perundingan kubu Agung dan Aburizal masih mentah antara lain soal keberadaan Golkar di KMP. Kubu Aburizal ngotot Golkar bertahan di KMP, sedangkan kubu Agung Laksono cenderung ke Kolisi Indonesia Hebat (KIH).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terakhir, persoalan yang belum mencapai titik sepakat adalah perkara penafsiran keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait perselisihan partai ini. Kubu Ical menafsirkan kepengurusan hasil Munas Riau 2009-lah yang sah, dengan kata lain Ical masih menjadi Ketum dan Idrus Marham masih menjadi Sekjen. Sementara kubu Agung Laksono menilai kepemimpinan Ical sudah demisioner alias kedaluwarsa.
Kini jalan pengadilan bisa jadi satu-satunya jalan keluar blunder di Golkar. Namun Ketua Wantim kubu Aburizal Bakrie, Akbar Tandjung, justru melihat pengadilan adalah pintu perpecahan Golkar yang lebih besar lagi. Akbar khawatir yang kalah dalam pengadilan akan membuat partai baru. Tentu hal ini bakal membuat Golkar semakin hancur menuju Pemilu 2019.
"Seharusnya mengutamakan kepentingan partai di atas kepentingan pribadi," kata Akbar mengingatkan kedua kubu untuk munas bersama, Jumat (9/1/2015).
Lalu bagaimana nasib Golkar di 2019 jika perpecahan tak diselesaikan baik-baik?
(van/nrl)