detikcom berkesempatan untuk mengunjungi laboratorium KNKT di lantai 3 Kantor KNKT dalam gedung berarsitektur art deco yang bercat putih, di depan Stasiun Gambir, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Kamis (8/1/2015).
Ruang kaca di laboratorium KNKT itu seluas 5x5 meter, ada meja dan rak. Di beberapa meja berserakan beberapa model kotak hitam, yakni Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR), dengan warnanya yang mencolok. Oranye.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ada pula model Emergency Locator Transmitter (ELT) yang berfungsi memancarkan sinyal darurat bila pesawat mengalami tumbukan. ELT ini juga berwarna oranye.
Ketua Investigator KNKT untuk AirAsia, Mardjono Siswosuwarno, yang menerima detikcom berkunjung di laboratorium KNKT menjelaskan tentang polemik ELT AirAsia QZ8501 yang tidak tertangkap mengeluarkan sinyal darurat.
"Dulu sempat heboh kenapa ELT AirAsia tidak berfungsi. Ya itu karena AirAsia jatuhnya di laut, jadi yang berfungsi itu black box (Underwater Locator Beacon/ULB yang menempel di kotak hitam-red). Kalau jatuhnya di darat dan terkena benturan, baru ELT yang berfungsi, selama masih lengkap dan memiliki serta dilengkapi antena," jelasnya.

(Underwater Locator Beacon/ULB/Foto: Ayunda W Savitri/detikcom)
Dalam ruangan 5x5 meter itu, ada ruangan berukuran 1,5 x 2 meter persegi yang disekat dengan kaca. Dalam ruangan itu terdapat 1 layar televisi dan perlengkapan audio.
Menurut Mardjono, di ruangan berjendela kaca itulah investigator KNKT akan mendengarkan CVR, membaca data FDR dan menganalisisnya. Mendengar CVR itu dilakukan dengan menggunakan headphone.
Menurut catatan detikcom, Laboratorium KNKT diresmikan pada 17 Agustus 2009 lalu, bertepatan dengan HUT ke-64 RI. Saat itu KNKT masih di bawah Kemenhub yang dipimpin Jusman Syafii Djamal. Dalam laboratorium ada dua alat baca yang sesuai dengan jenis black box yang terdiri dari pembaca flight data recorder (FDR) dan pembaca cockpit voice recorder (CVR).
"Alat ini ada yang beli sendiri dari Kanada dan ada yang bantuan dan hasil kerjasama dengan Jepang," jelas Nugroho Budi, investigator dan analis kotak hitam di KNKT kepada detikcom, tahun 2012 silam.
Berdasarkan data detikcom, pembaca FDR didatangkan dari Kanada, sedangkan CVR dibeli di Australia. Pengadaan software itu memakan dana sebesar US$ 250 ribu. Sementara hardware-nya berasal dari hibah Jepang seharga US$ 300.000.
Jauh hari Mardjono menegaskan bahwa black box AirAsia akan dibaca di laboratorium black box KNKT Indonesia. Menurut dia data yang terekam di CVR bisa diumumkan ke publik dalam waktu 3 bulan setelah ditemukan.
"Kita kan sudah punya alatnya, jadi tidak harus dibawa ke Prancis," kata Mardjono ketika berbincang dengan detikcom, Rabu (31/12/2014) malam
(nwk/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini