Sejumlah elit di partai matahari ini menghendaki mekanisme musyawarah mufakat untuk memilih nahkoda baru. Dalam demokrasi, musyawarah mufakat merupakan salah satu mekanisme pengambilan keputusan yang diakui sebagai bagian dari perwujudan kedaulatan anggota. PAN sendiri sudah pernah sukses menjalankan mufakat kala memilih Hatta Rajasa sebagai Ketua Umum pada Kongres 2009.
Dengan demikian, preseden mufakat tampaknya akan menjadi pilihan di Kongres PAN 2015. Namun demikian, politik tidaklah berada di ruang hampa, melainkan selalu dinamis dan saling mempengaruhi. Background politik saat ini yang berbeda dengan 2009 disinyalir menjadi tantangan terciptanya mufakat atau aklamasi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muculnya Zulkifli dianggap Amien bisa meneruskan tradisi tersebut. Meski tidak diatur dalam AD/ART, faktanya sebagian elit PAN seolah tak kuasa menginterupsi slogan One Man One Period tersebut. Meski ia cenderung menolak kembalinya Hatta, namun Amien memberikan catatan kaki bahwa pada akhirnya forum Kongres lah yang akan memutuskan siapa yang terbaik diantara kedua kader PAN di atas. Pernyataan bersayap Amien ini mengindikasikan ia masih menghitung kekuatan Hatta Rajasa di internal PAN.
Barisan Muda di Belakang Hatta
Harus diakui bahwa popularitas Hatta di kalangan generasi muda PAN masih di atas Zulkifli. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya dukungan elemen muda PAN kepada Hatta. Seperti Garda Muda Nasional (GMN), Penegak Amanat Reformasi Rakyat (Parra Indonesia) maupun PAN Muda Indonesia (Pandu). Belum lagi dukungan DPW dan DPD PAN yang diprediksi masih akan merapat ke Hatta. Alasannya, kinerja Hatta selama memimpin PAN dinilai relatif positif. Apa tolok ukurnya?
Pertama, suara PAN pada Pileg 2014 lalu merupakan yang tertinggi sejak PAN berdiri, 1998. Di Pemilu 2014 PAN sukses mendapat 48 kursi di DPR dan berada di peringkat ke-5 pemenang pemilu. Persentase suara PAN juga meningkat 53 persen dibanding Pileg 2009.
Kedua, selain meningkatnya suara pemilih, kesuksesan PAN di parlemen pun makin lengkap dengan terpilihnya Zulkifli Hasan menduduki posisi Ketua MPR dan Taufik Kurniawan menjadi Wakil Ketua DPR.
Bukan rahasia lagi bahwa peran Hatta cukup besar di belakang panggung pemilihan ketua MPR dan DPR, termasuk meyakinkan Koalisi Merah Putih (KMP) dan Partai Demokrat (PD). Zulkifli Hasan sendiri sesaat setelah terpilih sebagai orang nomor satu di MPR mengaku tidak merencanakan meraih pos tersebut. Ia hanya menjalankan perintah Ketua Umum (Hatta Rajasa) yang disetujui partai-partai koalisi.
Ketiga, dalam kontestasi Pilpres 2014, Hatta Rajasa yang berpasangan dengan Prabowo Subianto hanya kalah tipis oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Prabowo-Hatta didukung lebih dari 67 juta pemilih. Sesuai hasil penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jokowi-Kalla mendapatkan 53,15 persen, sementara Prabowo-Hatta meraih dukungan suara 46,85 persen. Hasil tersebut membuat Hatta yakin bahwa dukungan publik kepadanya masih tinggi, termasuk tentu saja dukungan dari DPW dan DPD PAN.
PAN dan Masa Depan KMP
KMP sendiri secara implisit mengirim sinyal mendukung kembalinya Hatta memimpin PAN. Bagi KMP, dengan kontinyuitas kepemimpinan di PAN maka soliditas KMP tetap terjaga. Bukan rahasia lagi bahwa pasca Pemilu 2014, satu-persatu partai di KMP terbelah melalui jalan yang sama, yaitu dualisme kongres.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar adalah bukti bagaimana organisasi partai harus bertahan menghadapi guncangan yang mungkin tak diperkirakan sebelumnya. Banyak analisa mengenai penyebab pecahnya partai-partai KMP, mulai dari internal hingga pihak luar.
Namun apapun itu, bagi kepentingan konsolidasi 2019, penguatan organisasi dan konsolidasi demokrasi, PAN jangan sampai mengalami nasib yang sama dengan dua partai di atas. Tradisi kekeluargaan PAN dan ideologi perekat yang kuat dirasa akan mampu menyelamatkan partai dari ancaman perpecahan. Selain itu sosok Hatta dan Prabowo di KMP masih sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang pemerintahan. Kita menjadi saksi bagaimana kerja keras Hatta bersama elit KMP dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang akhirnya bisa menyatukan parlemen yang terbelah dan mengalami disfungsi.
Perihal hubungan Amien dan Hatta sendiri, sejatinya kedua tokoh utama PAN ini sangat dekat. Hatta mengakui bahwa Amien adalah salah satu guru politiknya, sementara Amien melihat Hatta sebagai anak muda yang cerdas. Dalam buku โHatta Di Mata Merekaโ (2014), Amien menulis, โSaya ini dapat dikatakan tidak mudah percaya kepada orang, kecuali orang itu memang layak untuk dipercaya. Ketika menjabat Ketua MPR seringkali saya berjam-jam membaca buku-buku baru. Kemudian ketika sedang membaca buku itu saya katakan kepada asisten bahwa tidak boleh ada orang mengganggu kecuali tiga orang, yaitu Ibu saya, Istri saya, dan Hatta Rajasa. Kalau tokoh lain jawab saja sedang baca buku. Itu bisa menggambarkan bagaimana kepercayaan saya terhadap Pak Hattaโ. Dengan hubungan yang demikian dekat antar keduanya, para kader PAN tampaknya tak perlu terlalu khawatir partai matahari biru akan terbelah seperti PPP dan Golkar.
Layak kita tunggu bagaimana ending dari dinamika aktual di PAN kali ini. Bulan Februari-Maret nanti di pulau Bali yang tenang dan manawarkan keramahtamahan, PAN akan menulis sejarahnya sendiri untuk sekali lagi keluar dari kemelut dan dinamika organisasi. Dalam perjalanan menuju ke sana, pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PAN belum lama ini Hatta meyakinkan para kader bahwa PAN akan terus bertekad mengambil peran strategis dalam pembangunan bangsa. Semoga.
*) Zaenal A Budiyono, Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center, Jakarta
(nwk/nwk)