"Masyarakat merisaukan perlakuan dari Polri," kata Ketua Komnas HAM Prof Hafid Abbas dalam acara 'Laporan Komnas HAM tentang Kondisi HAM di Indonesia 2014' di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/1/2015).
Menurut Hafid, pengaduan ke Polri ini didominasi pemerasan yang dilakukan oleh oknum penegak hukum, kesewenangan Pemda terhadap warganya dan kejahatan korporasi. Oleh karena itu, korporasi dan Pemda menduduki peringkat kedua dan ketiga sebagai elemen yang paling sering diadukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hafid menjelaskan, biaya politik tersebut menciptakan kebijakan untuk mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan sang kepala daerah. Ada daerah yang 80 persen peraturan daerahnya hanya untuk meningkatkan pendapatan asli dan berdampak pada pemerasan dan membuka ruang besar untuk dominasi korporasi.
"Ini mata rantai dan mudah-mudahan pemerintahan Jokowi-JK bisa memutuskan mata rantai itu. Berbagai kasus konflik pertanahan yang meluas di berbagai wilayah di Tanah Air, aparat dan Pemda selalu di belakang dunia bisnis untuk merampas hak-hak rakyat," ucap Hafid.
Catatan Komnas HAM, ada 6.527 pengaduan masyarakat yang masuk sampai bulan November 2014. Angka ini diperkirakan akan meningkat di antara 8.000-9.000 aduan untuk tahun 2015.
"Komnas HAM mendesak pemerintah untuk segera memutus mata rantai itu dengan reformasi kelembagaan di ketiga ranah tersebut secara simultan," ujar Hafid.
Aduan masyarakat ke Polri di Komnas HAM ada sebanyak 2.200 berkas sampai November 2014, korporasi sebanya 1.012 berkas dan Pemda 680 berkas. Untuk lembaga peradilan ada 567 aduan, pemerintah pusat 467 berkas, BUMN/BUMD ada 410 aduan dan TNI sebanyak 186 aduan.
(vid/ndr)