Kesigapan relawan benar-benar dibutuhkan supaya jenazah tak makin rusak ketika diantar masuk ke posko DVI. Dokter-dokter dari kepolisian kemudian beraksi di dalam ruangan, mengemban amanah keluarga korban supaya identifikasi lebih cepat.
Satu diantara sepuluhan dokter polisi itu adalah AKBP Sumy Hastry Purwanti, satu perempuan di antara laki-laki. Rambutnya pendek dengan kacamata tersemat di wajahnya, dr Hastry adalah spesialis forensik di kesatuannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama proses evakuasi ini dr Hastry berposko di RSUD Imanuddin. Biasanya dia memakai seragam lengkap berbaju biru.
Sekurang-kurangnya butuh waktu 10 hingga 15 menit untuk melakukan identifikasi awal kepada jenazah sebelum akhirnya dimasukan dalam peti. Jangan pula ditanya soal kondisi jenazah setelah ditemukan dan dibawa ke RSUD.
"Kebanyakan memang sudah rusak dan sulit dikenali. Apalagi ini sudah hari kesepuluh, sudah memasuki tahap skeletonisasi. Jaringan lunak kebanyakan sudah terlepas," ungkap Hastry.
Tak ada rasa gentar dari perempuan yang menjabat sebagai Kasubiddokpol Biddokes Polda Jawa Tengah ini. Semua dilakukan demi mengungkap fakta.
"Hal yang paling memuaskan adalah ketika jenazah berhasil diidentifikasi. Keluarga yang menunggu hasil juga akan lega," tutur Hastry.
Hampir semua kejadian besar telah dia tangani. Mulai dari bom bali, tsunami Aceh, evakuasi Sukhoi tahun 2012, Malaysia Airlines MH17, longsor Banjarnegara, dan lain-lain hingga kini ikut dalam tim evakuasi AirAsia QZ8501.
"Yang paling sulit adalah ketika mengidentifikasi Sukhoi. Karena jenazahnya sudah terbakar," ucap Hastry.
"Kalau perempuan di forensik itu, kalau bukan hobi ya berarti gila," seloroh dia.
Kini dirinya akan berangkat ke Surabaya untuk membantu tim DVI di sana. Tentunya harapan dia adalah semua korban yang telah dievakuasi, berhasil diidentifikasi.
(bpn/aan)