Hilangnya MH370 pada Maret 2014 lalu memicu seruan dunia global untuk menciptakan sistem, yang mampu melacak atau mencari rute penerbangan yang tepat dan lokasi terakhir pesawat.
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), seperti dilansir Reuters, Rabu (7/1/2015) menyatakan standar baru tersebut, jika berhasil diadopsi, bisa segera diterapkan dalam waktu dekat karena tidak memerlukan penambahan teknologi baru pada pesawat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok industri penerbangan Asosiasi Transportasi Udara (IATA) berjanji akan memimpin satuan tugas industri terkait isu ini dan sukarela meningkatkan sistem pelacakan, sementara ICAO mengembangkan standar yang sudah ada.
Pada Desember 2014 lalu, IATA merekomendasikan agar maskapai penerbangan mulai melakukan pelacakan pesawatnya sedikitnya setiap 15 menit, dalam waktu 12 bulan. Namun demikian, IATA tidak ketat dengan batas waktu yang ditetapkannya.
Juru bicara ICAO, Anthony Philbin menyebut skema ICAO sebagai standar pelacakan pesawat yang mendasar. Lembaga ini terus mengembangkan sistem pelacakan yang lebih ketat.
"Jika (negara anggota) menyepakati standar tersebut, dalam konferensi keamanan juga akan dibahas seberapa cepat diharapkan standar ini akan diberlakukan dan jika diperlukan, ICAO akan mempercepat prosesnya," ucap Philbin kepada Reuters via email.
ICAO bisa secara efektif memaksa maskapai penerbangan untuk menerapkan standar baru tersebut terhadap 191 negara anggotanya. Namun lembaga ini memilih untuk mengambil keputusan melalui konsensus.
Kini sudah banyak maskapai penerbangan dunia yang melacak pesawatnya dengan sistem satelit. Menurut catatan ICAO, sebagian besar pesawat jarak jauh telah memiliki sistem yang mampu mentransmisikan posisi mereka.
Namun ditekankan ICAO, perlengkapan tersebut tidak selalu dinyalahkan dan di beberapa lokasi, termasuk rute yang melewati kutub, terdapat celah cakupan satelit.
(nvc/ita)