Mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta itu juga sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta selama 20 hari.
Menurut Meutya kasus yang sempat menjerat Ervani bisa jadi satu pelajaran bahwa revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya Pasal 27 ayat 3 harus segera dilakukan. Alasannya pasal tersebut sering disalahgunakan dan justru memunculkan rasa takut untuk menyampaikan pendapat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami dari Komisi I DPR menginginkan revisi UU ITE agar ada jaminan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Namun tentunya kami juga harus mendengarkan stakeholder terkait agar kebebasan berpendapat tersebut tidak kebablasan dan multitafsir,β kata Meutya melalui keterangan tertulis, Selasa (6/1/2015).
Politisi Partai Golongan Karya itu sepakat bahwa pencemaran nama baik adalah kejahatan. Namun dia menilai kasus pencemaran nama baik cukup menggunakan payung Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Dari catatan Meutya selama 2014 ada 40 kasus terkait UU ITE. Antara lain; kasus Brama Japon Janua, satpam di Sidoarjo, Jawa Timur yang ditahan di Rutan Medaeng karena dianggap menghina salah satu calon presiden. Ada juga kasus seorang tukang tusuk sate yang ditahan di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia karena dituduh menghina Presiden Joko Widodo di media sosial Facebook.
"Mereka melakukan hal itu karena tak paham bahwa perbuatannya akan berujung pada penahanan,β kata Meutya.
(erd/nrl)