"Kalau begini gimana saya mau laku, orang yang beli nggak pernah datang. Gara-gara sampah numpuk itu saya jadi rugi," ujar Sujana pedagang Sayur di sekitar lokasi tumpukan sampah, Selasa (6/1/2014).
Baginya aroma tidak mungkin sudah tidak menjadi masalah. Lantaran sudah terbiasa akan tumpukan sampah tersebut. "Kalau buat pembeli mereka pasti tidak tahan, orang baunya busuk seperti itu," keluhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Truk sampah yang datang cuma satu unit, biasanya ada 5 unit truk yang selalu mengangkut. Padahal kami sudah setiap hari bayar restribusi tetapi sampahnya jarang diangkat," kata Sujana.
Sementara Jaya pedagang daun bawang mengatakan tiap hari dirinya harus mengeluarkan Rp 2.000 untuk uang kebersihan. Namun sampah-sampah itu dibiarkan numpuk begitu saja.
"Tiap pedagang di sini diwajibkan bayar restribusi Rp 2.000 tapi sampah-sampah itu nggak pernah diangkut malah dibiarin busuk begitu saja. Sekarang bagaimana mau mewujudkan pasar tradisional jadi nyaman kalau begini terus," kata Jaya.
Ia mengaku, pendapatannya menjadi menurun dengan keberadaan sampah tersebut. Biasanya, setiap hari dirinya mendapatkan omset minimal Rp 500.000. "Sekarang boro-boro. Enggak sampai segitu. Yang beli saja jarang," tutupnya.
(edo/aan)