Tak Hanya AirAsia QZ8501 yang Terganggu Awan Cumulonimbus

AirAsia Ditemukan

Tak Hanya AirAsia QZ8501 yang Terganggu Awan Cumulonimbus

- detikNews
Senin, 05 Jan 2015 17:00 WIB
Jakarta - Hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menunjukkan faktor cuaca buruk menjadi salah satu faktor jatuhnya AirAsia QZ8501. Ternyata gangguan pesawat yang dipicu cuaca buruk awan cumulonimbus pernah terjadi beberapa kali.

"Analisis awal menunjukkan bahwa pesawat kemungkinan telah terbang masuk ke dalam awan badai. Kejadian serupa telah terjadi sebelumnya," demikian bagian pendahuluan analisis BMKG berjudul 'Analisis Meteorologis Kecelakaan AirAsia QZ8501' yang dikutip detikcom dari situs BMKG, Senin (5/1/2014).

Analisis ini dilakukan oleh Kepala Penelitian dan Pengambangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof Edvin Aldrian, dan timnya yakni Ferdika Amsal, Jose Rizal, dan Kadarsah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BMKG kemudian membeberkan beberapa contoh kejadian gangguan pesawat akibat faktor cuaca dalam hasil penelitian meteorologi resmi tersebut. Salah satunya kecelakaan yang terjadi pada 16 Januari 2002, sekitar 0920 UTC, Garuda Indonesia Airlines dengan nomor penerbangan 421, sebuah Boeing 737-300 dengan registrasi PK-GWA mengalami dual-engine flameout (power loss) akibat mencoba menghindari awan badai.

Power loss ini juga yang diprediksi terjadi pada AirAsia QZ8501. BMKG tak membandingkan jumlah korban yang terjadi akibat kecelakaan yang diduga diakibatkan badai di tengah cumulonimbus ini.

"Kemudian Adam Air penerbangan 574 (KI 574/DHI 574) jurusan Jakarta-Surabaya-Manado pada 1 Januari 2007 mengalami kerusakan pada alat bantu navigasi Inertial Reference System (IRS) akibat cuaca buruk yang terjadi," paparnya.

Yang terbaru hanya selang beberapa hari sebelum AirAsia hilang, maskapai Singapore Airlines jenis A330-300 beregistrasi 9V-SSD dengan nomor penerbangan SQ-615 yang mengangkut 268 penumpang dan 13 awak pesawat mengalami turbulensi (goncangan) setingkat severe. Terbulensi terjadi ketika sedang melakukan penerbangan reguler pada 22 Desember 2014 dari Osaka (Jepang) ke Singapura.

"Kejadian tersebut terjadi di ketinggian 39.000 kaki di atas Laut Tiongkok Selatan (QNE), kira-kira 200 NM sebelah utara-barat kota Bandar Seri Begawan (Brunei) pada pukul 03:10 waktu setempat atau 19:10 UTC," demikian hasil analisis tersebut.

Hal yang menarik untuk dicermati adalah spekulasi tentang kecelakaan pesawat yang dikeluarkan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam 10 tahun terakhir ini, yang secara statistik menunjukkan bahwa kecelakaan pesawat dalam posisi cruise level sangatlah kecil sekali persentasenya.

"Terjadinya kecelakaan dalam posisi cruise level lebih dikarenakan sabotase, dibajak atau ditembak dengan rudal dari darat," papar BMKG yang analisisnya menyimpulkan salah satu pemicu kecelakaan AirAsia di Selat Karimata adalah cuaca buruk.

(van/nrl)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads