Prasetyo merupakan jaksa karier dengan puncak jabatan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) 2005-2006. Usai pensiun, ia bergabung dengan Partai NasDem hingga dipilih Jokowi menjadi Jaksa Agung pada 2014 lalu.
Dalam catatan detikcom, Minggu (4/1/2015), saat menjadi Jampidum, terdapat skandal besar yang menggoncang dunia kejaksaan, yaitu tuntutan 3 tahun penjara kepada mafia narkoba Hariono Agus Tjahjono. Tuntutan ini langsung diamini oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) pada 12 Desember 2005, sesaat setelah tuntutan dibacakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maret 2005
Terjadi transaksi 4 kg sabu dengan harga Rp 660 juta.
Terjadi transaksi narkoba 10 kg sabu dengan harga Rp 1,6 miliar, seminggu kemudian.
April 2005
Terjadi transaksi narkoba jenis sabu seberat 20 kg dengan harga Rp 2 miliar.
Terjadi lagi transaksi narkoba sebanyak 30 kg sabu dengan harga Rp 2,1 miliar. Tjik Wang mengaku sabu seberat 30 kg itu belum sempat beredar dan keburu ditangkap aparat.
Sabu lainnya didistribusikan kepada Fanny, Hendrik, Alung, dan Sulaeman. Polisi juga mengamankan 70 ribu butir ekstasi dari koper yang dikuasai Tjik Wang yang ditemukan di rumahnya di kompleks Perumahan Green Garden Blok E 1 nomor 37 A Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Awal Mei 2005
Terjadi transaksi narkoba 10 kg sabu cair yang dikirimkan Anton ke Tjik Wang.
10 Mei 2005
Aparat Polda Metro Jaya menggerebek
Atas tuntutan 3 tahun dan diamini oleh PN Jakbar, Jampidum Prasetyo mengaku ada kekeliruan. Berdasarkan ketentuan, imbuh Prasetyo, jika barang bukti lebih dari 100 gram, rencana tuntutan (rentut) wajib disampaikan ke Kejagung.
"Di Jakarta Barat memang tidak direntut ke Kejagung. Temuan sementara mereka mengatakan Hariono hanya sebagai kurir hingga mereka pandang tidak perlu direntut ke Kejagung. Mereka lupa barang buktinya 20 kg sabu-sabu," beber Prasetyo kepada wartawan di kantornya, 24 Februari 2006.
Selain itu, Prasetyo juga minta supaya Kajati DKI dan Kajari Jakbar tidak memberikan kasus tersebut kepada empat jaksa yang diduga terlibat. Empat jaksa itu berdasarkan informasi seorang sumber adalah Jeffry Huwae, Danu Sebayang, Ferry Panjaitan, dan Mongoatan. Keempatnya lalu diajukan ke Mahkamah Kehormatan Jaksa karena dinilai terbukti melakukan perbuatan tercela menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
"Semua akan ditanya termasuk Kajati karena pengendali di lapangan adalah Kajati," kata Prasetyo.
Bagaimana dengan nasib Tjik Wang? Awalnya ia dihukum penjara seumur hidup oleh PN Jakbar pada 6 Januari 2006. Hukuman ini diperberat menjadi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 4 Mei 2006 dan dikuatkan oleh putusan kasasi pada 25 Agustus 2006.
Tjik tidak patah arang dan mengajukan PK. Namun Mahkamah Agung (MA) bergeming. Majelis PK yang terdiri dari Djoko Sarwoko, Prof Dr Komariah Emong Sapardjaja dan Mansyur Kertayasa tetap menghukum mati Tjik Wang.
Tjik Wang hingga kini belum juga ditembak mati dan menghuni LP Pasir Putih, Nusakambangan. Beranikah Prasetyo menembak mati Tjik Wang?
(asp/trq)