Menurut Tedjo, meski MK memperbolehkan PK berkali-kali, bisa saja putusan MK tersebut diubah. Hal tersebut disampaikan Tedjo saat menghadiri open house yang digelar Menkum HAM Yasona Laoly di rumah dinasnya di Jl Denpasar C-2 no 3, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (3/12/2014).
"Satu hal yang tidak bisa diubah itu adalah Al-Quran. Kalau peraturan kita bisa, UUD saja bisa kita ubah, apalagi hanya UU. UU pasti bisa lah," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin kami dengan MA minta PK dibatasi berapa kali dan nanti kita juga minta waktunya untuk menentukan kapan kita melaksanakan putusan pengadilan. Jadi jangan tidak ada kepastian, semua harus ada kepastian," jelas Tedjo.
"Seperti kemarin begitu ada berita mau ada yang dihukum mati langsung semua minta PK lagi karena mereka akan mencari novum bukti baru lagi. Kapan mau selesai kalau begitu?," tegasnya.
Tedjo menambahkan, saat ini Presiden Joko Widodo menginginkan eksekusi bagi terpidana kasus narkoba didahulukan daripada kasus lainnya. Hal itu karena narkoba merupakan ancaman bagi generasi penerus bangsa.
"Bapak Presiden kita menghendaki narkoba dulu, karena inilah yang mengancam generasi muda kita karena apa mereka ini di dalam penjara bermain. Setiap kali akan dieksekusi mengatakan PK. Nanti selesai, dia bermain lagi, nanti PK lagi," tuturnya.
(rna/erd)