"Ini memang jadi perdebatan. Apa kebutuhan negara cantumkan kolom agama di KTP? Itu hak yang sangat pribadi, kalaupun tidak ada kolom itu tidak masalah," kata Palguna dalam sesi Wawancara Tahap II Seleksi Calon Hakim Konstitusi di Kantor Sekretariat Negara, Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Selasa (30/12/2014).
Hal ini disampaikan Palguna saat menjawab pertanyaan dari salah satu pewawancara yaitu Nasaruddin Umar. Mantan Wamenag ini menguji pandangan Palguna dari segi konstitusi karena banyak aspek yang selama ini dimunculkan sebagai alasan kolom agama harus terus dipertahankan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dicantumkan pun tidak masalah. Kekhawatirannya adalah kalau mencantumkan, termasuk agama dan kepercayaan yang diakui atau tidak? Nanti ada perilaku diskriminatif. Bicara soal agama, ini akan libatkan sisi psikologis dan sosiologis," ungkap mantan hakim konstitusi periode 2003-2008 ini.
Terkait keberagaman beragama, Palguna juga mendapatkan pertanyaan terkait UU Perkawinan. Menurut Palguna, harus ada kesamaan tafsir tentang keabsahan perkawinan secara hukum agama atau pencatatan secara admistratif. Sebelumnya, UU Perkawinan juga sempat diuji materi ke MK terkait perkawinan beda agama.
"Kita mesti tegas, bagaimana tafsir yang kita kehendaki. Perkawinan sah apabila sesuai agama kepercayaan. Kemerdekaan beragama dijamin konstitusi maka hal itu juga berlaku dalam perkawinan. Negara tidak boleh memaksa warga berpindah agamanya," jawab dosen Universitas Udayana Bali ini.
Wawancara Tahap II ini diikuti oleh 5 calon hakim konstitusi. Sebelumnya, mereka sudah mengikuti wawancara tahap I dan tes kesehatan. Pansel akan mengambil 3 nama yang kemudian akan diserahkan kepada presiden.
(imk/fjr)