Pertanyaan Besar Tentang Hilangnya Pesawat AirAsia QZ8501

AirAsia Hilang

Pertanyaan Besar Tentang Hilangnya Pesawat AirAsia QZ8501

- detikNews
Selasa, 30 Des 2014 12:05 WIB
Jakarta - Pesawat Airbus A320-200 milik AirAsia dengan flight number QZ8501 hilang kontak diduga antara Tanjung Pandan dan Pontianak. Penyebab hilangnya pesawat sama misteriusnya dengan posisi pesawat saat ini.

Berbagai pihak menduga pesawat hilang setelah menabrak awan cumulonimbus. Awan badai tersebut memang sangat ditakuti para pilot karena mengandung muatan listrik dan bisa mengakibatkan mesin mati hingga pesawat terjatuh.

"Mesin mati disebabkan masuk ke CB, upset awal dari stall dan spin pesawat tidak dapat dikontrol dengan kemudi, menyebabkan menghujam," kata pilot senior Garuda Indonesia yang kini menjadi salah satu pilot air race, Jeffrey Adrian, menjawab pertanyaan detikcom melalui twitter, Senin (29/12/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun demikian pesawat Airbus A320-200 bukanlah pesawat ecek-ecek. Pesawat buatan Eropa tersebut sangat mutakhir dan dilengkapi dengan sistem radar yang luar biasa, perusahaan pembuat bahkan mengklaim pesawat tidak bisa jatuh atau stall karena faktor dari dalam.

Muncul pertanyaan besar kenapa pesawat tersebut bisa sampai menabrak awan cumulonimbus, sedangkan ada 7 pesawat lain yang penerbangannya tak terganggu awan badai petir tersebut?

"Kalau cumulonimbus itu jauh-jauh seharusnya bisa dihindari. Kan ada radar, lagipula kalau sebesar itu pilot kasat mata juga bisa melihat. Seluruh perlengkapan pesawat juga memenuhi syarat untuk mengantisipasi atau menghindari awan itu," kata pengamat penerbangan Alvin Lie kepada detikcom, Selasa (30/12/2014).

BMKG dan LAPAN memang melaporkan adanya awan tebal tersebut di sekitar titik hilangnya pesawat. Namun demikian sampai kini tidak ada yang bisa memastikan apakah awan tebal itu jadi penyebab hilangnya pesawat yang mengangkut 162 orang tersebut. 7 Pesawat lain yang berdekatan dengan AirAsia juga tak melaporkan adanya awan CB tersebut dan berhasil mendarat dengan selamat.

Awan CB memang paling ditakuti pilot karena awan ini membahayakan penerbangan. "Memang kalau masuk cumulonimbus itu pesawat terangkat dalam posisi tidak stabil. Kecepatannya naik signifikan dan sayap pesawat bisa patah. Kalau sayap sudah patah ya selesai," kata Alvin.

Pertanyaan besar lainnya adalah seputar Emergency Locater Transmitter (ELT) yang tak berfungsi. Pemancar sinyal darurat di pesawat AirAsia tersebut tak mengirim sinyal ke pusat radar Basarnas.

Pemancar di frequensi 121,5 tesebut harusnya berfungsi apabila mendapat tekanan G saat impact/terendam air. Apabila mendarat di daratan kemungkinan besar ada yang memberi kesaksian,apabila di lautan ELT akan menyampaikan lokasinya.

"Kesulitan muncul dalam menentukan lokasi jika terjadi sesuatu yang besar di udara disebabkan faktor external yang menyebabkan tersebarnya pesawat. Hanya ledakan besar yang bisa membungkam ELT," kata Pilot senior Garuda Indonesia yang kini menjadi salah satu pilot air race, Jeffrey Adrian.

Tentu saja pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya dapat terjawab jika blackbox pesawat tersebut ditemukan. Sampai saat ini belum ada pihak yang berani memastikan penyebab hilangnya pesawat.

(van/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads