Kasus bermula saat Pemkab Banyuwangi tengah membangun bandara Blimbing Sari. Dalam pembebasan lahan, terjadi permainan harga. Oleh Ratna, harga lahan ditetapkan Rp 60 ribu per meter. Pada 2007, harga lahan berubah menjadi Rp 70 ribu per meter.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan bahwa penetapan harga lahan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 36/2006, tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Penetapan harga dinilai tidak berdasarkan nilai jual obyek pajak (NJOP) dan tanpa tim penaksir. Akibat ulah Ratna cs itu, negara merugi sekitar Rp 19,7 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 11 Februari 2013, PN Surabaya menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ratna. Pada 29 Mei 2013, hukuman Ratna dinaikkan menjadi 6 tahun penjara. Tidak terima, Ratna mengajukan kasasi. Apa daya, bukannya diturunkan hukumannya tapi majelis kasasi malah menaikkan hukuman Ratna.
"Mengadili sendiri, menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun," putus majelis kasasi sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (30/12/2014).
Duduk sebagai ketua majelis Dr Artidjo Alkostar dengan anggota MS Lumme dan Leopold Luhut Hutagalung. Selain itu, Ratna juga dihukum denda Rp 500 juta subsidair 8 bulan penjara. Ratna dinyatakan melakukan korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut.
"Perbuatan terdakwa sebagai Bupati Banyuwangi (2005-2010) telah mengakibatkan kerugian negara, cq Pemkab Banyuwangi sebesar Rp 19,7 miliar," putus majelis dengan suara bulat pada 7 Oktober 2013 silam.
(asp/nrl)