Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap ada awan cumulonimbus yang tinggi dan luas saat AirAsia QZ8501 hilang kontak. Memang tak ada pilihan lain bagi sang pilot untuk menghindari awan petir ini.
"Fenomena alam di musim penghujan, di mana tidak ada kata lain buat pilot/ pesawat untuk menjauh darinya," pilot senior Garuda Indonesia yang kini menjadi salah satu pilot air race, Jeffrey Adrian, dalam analisis di twitter, Senin (29/12/2014).
Cumulonimbus atau CB adalah awan yang sangat tebal dan menjulang tinggi. Awan ini berisi partikel-partikel air yang padat, bermuatan listrik dengan perbedaan tekanan yang besar disertai dengan petir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilot memang tak punya pilihan lain karena pesawat bisa terkena badai petir di tengah awan cumulonimbus sampai rusak, bahkan meledak atau terjatuh. "Bisa saja, diawali upset," lanjutnya.
Benar saja, pada Minggu pagi pilot AirAsia QZ8501 Captain Iriyanto pun meminta izin ke ATC untuk menjauh dari awan badai petir tersebut. Namun ATC tak memberi izin karena sudah ada 6 pesawat lain di jalur yang diminta.
"Ada 6 pesawat yang lewat di daerah situ pada detik yang sama. Ada Garuda, ada Lion, ada Emirates. Ketinggian beda-beda. Yang tepat terbang di atas AirAsia ada Garuda di ketinggian 35 ribu kaki," jelas Dirut Air Navigation (AirNav) Bambang Tjahjono saat ditanya mengapa AirAsia belum mendapat izin naik ke 38 ribu kaki.
Karena itu Adrian melihat pilot tak bisa berkelit lagi. "Tampak pilot tidak dapat berkelit dari CB di ketinggian tersebut (FL320) oleh sebab itu dia minta naik ke FL380 yang tidak mendapat izin karena di level yang diminta sudah ada pesawat lain atau dalam waktu yang berdekatan ada pesawat di level lainnya 340 360 ke barat atau 330 350 370 ke timur," jelas Adrian.
Lalu apakah awan petir itu yang membuat pesawat AirAsia QZ8501 menghilang hingga kini? "Apa yang menyebabkan hilang, belum diketahui pasti apa yang sesungguhnya terjadi. Cuaca pada waktu itu analisis satelit cuaca dan model atmosfer mengindikasikan pesawat memasuki kondisi cuaca yang sangat buruk," jelas Bambang Tjahjono. (van/nrl)