Dari nama-nama itu, nama Brigjen (Purn) Imron Anwari paling banyak menyimpan kontroversi hingga memasuki masa pensiun pada 8 Desember lalu. Dalam catatan detikcom, Senin (29/12/2014), nama Imron mencuat saat dirinya duduk di majelis peninjauan kembali (PK) terpidana mati Hengky Gunawan.
Bersama Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, mereka bertiga sepakat menganulir hukuman mati Hengky menjadi 15 tahun penjara. Saat berkas putusan dikirim pada 2012, Yamani memalsu putusan dan mengubah vonisnya menjadi 12 tahun penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peraih gelar doktor pada usia 68 tahun ini juga membuat kontroversi dalam pertimbangan putusan. Dalam perkara Hengki Gunawan, Imron cs menganulir vonis mati dengan alasan melanggar UUD 1945. Tapi pada kasus lain, Imron cs mendukung hukuman mati karena sesuai UUD 1945. Yaitu saat mengadili WN Australia, Andrew Chan atau yang biasa disebut sindikat Bali Nine. Dalam putusan Andrew Chan, Imron bersikukuh hukuman mati tidak melanggar konstitusi.
Gelar doktornya pun diraih dalam sebuah seminar terbuka untuk umum yang menuai polemik. Tiba-tiba saja, tiga pengujinya tidak hadir dengan berbagai alasan. Yaitu Prof Dr Romli Atmasasmita tak hadir karena sedang berada di Makassar, Prof Dr Lili Rasjidi yang sempat hadir, tiba-tiba izin meninggalkan sidang karena ada urusan ke Batam. Sedangkan penguji ketiga yang tidak hadir, Dr Efa Laela Fakhriah juga tidak hadir.
Jauh sebelum itu, nama Imron juga disebut-sebut mendapat biaya main golf ke China dari Artalyta Suryani dalam kesaksian yang terungkap di Pengadilan Tupikor pada 30 Juni 2008. Imron membantah keras hal itu. Kesaksian itu tidak terbukti hingga kini.
(asp/nrl)