"Pada ketinggian 16 ribu feet atau sekitar 5 ribu sampai 6 ribu meter suhu di dalam awan itu sudah 0 derajat celcius. Nah kalau lebih tinggi lagi bisa mencapai minus 30 derajat Celcius. Pada suhu ini bisa terdapat gumpalan es di dalam awan ini," kata Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan dan Maritim BMKG, Syamsul Huda, Senin (29/12/2014).
Syamsul mengatakan di dalam awan ini juga sering terdapat petir-petir di dalam awan tersebut. "Petir ini juga cukup berbahaya dalam penerbangan," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syamsul menyatakan, salah satu efek dari melintasi awan adalah terjadinya guncangan. Guncangan ini terjadi karena di dalam awan terjadi gerakan udara naik dan turun. Sehingga efeknya seperti melintasi gundukan di jalan atau polisi tidur.
"Kalau pelan-pelan bisa smooth tapi kalau kecepatannya tinggi bisa terasa guncangannya. Awan meskipun dari fisiknya soft tapi kepadatannya lebih padat dari udara biasa. Apalagi pesawat bisa melintas dengan kecepatan tinggi, jadi terasa guncangannya," katanya.
Data dari BMKG yang disampaikan Syamsul pada Minggu (28/12/2014) kemarin, saat AirAsia hilang kontak, ada awan cumulonimbus setinggi 48 ribu kaki atau 16 ribu meter, dengan luasan awan mencapai 10 km. Sedangkan AirAsia saat hilang, terbang di ketinggian 32 ribu kaki. AirAsia sempat meminta izin pada petugas menara kontrol (ATC) menyimpang ke kiri dan naik ke ketinggian 38 ribu kaki. Namun petugas ATC hanya mengizinkan untuk menyimpang saja, sedangkan permintaan naik ke ketinggian 38 ribu kaki belum disetujui.
(nal/nwk)