Perundingan awal Kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono menyepakati untuk coolingdown. Kini semua elite kedua kubu puasa bicara. Riuh kisruh Golkar bak sirna di telan bumi, tapi sesungguhnya partai beringin masih sangat panas, bak bara di dalam sekam.
Betapa tidak panas, perundingan awal antara 5 juru runding kubu Aburizal Bakrie dengan 5 juru runding kubu Agung Laksono belumlah menghasilkan keputusan apa-apa. Mekanisme penyatuan kedua kubu masih dalam tahap penggodokan di masing-masing kubu, untuk kemudian dibahas di perundingan tahap dua pada 8 Januari mendatang.
Satu-satunya hasil yang nyata dan benar-benar dilaksanakan kedua pihak adalah kesepakatan untuk coolingdown, berhenti berbicara saling serang. Paling tidak sejenak publik bisa terbebas dari perang urat syaraf antar dua kubu beringin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Situasi Golkar saat ini barangkali seperti 'gencatan senjata' yang pernah disampaikan oleh Bambang Soesatyo untuk menggambarkan kedua kubu menenangkan diri memikirkan jalan islah. Bambang sendiri sudah menegaskan komitmen untuk tidak cuap-cuap ke publik seputar polemik beringin, sebelum ada perundingan lanjutan Januari tahun depan.
"Mulai saat ini tidak ada lagi politik burung unta, burung garuda, Golkar hitam, dan Golkar putih. Karena semua pihak harus menenangkan menunggu proes perundingan," kata Bambang, Rabu (24/12) kemarin, sebelum pergi liburan ke Tiongkok.
Nyatanya saat ini sejumlah elite Golkar terus melakukan pertemuan-pertemuan diam-diam membahas skenario islah yang dapat diterima. Wajar saja, kedua kubu bakal memberikan alternatif jalan tengah untuk disepakati pada perundingan jilid dua pada Januari mendatang.
Sepakat untuk coolingdown juga tak otomatis membuat Golkar keluar dari persoalan utama yang memecahbelah beringin, yakni dualisme munas. Sejumlah jalan islah yang ada seperti penyelesaian melalui mahkamah partai, penyatuan dua kubu jadi satu kepengurusan, sulit terealiasi lantaran kedua kubu masih sama ngototnya soal kursi ketua umum.
Sementara itu jalan penyelesaian melalui pengadilan sebenarnya bukanlah solusi islah, melainkan melempar persoalan dualisme munas beringin ke pengadilan. Cara ini diyakini senior Golkar Akbar Tandjung menghabiskan waktu lama dan bisa membuat Partai Golkar kehilangan kesempatan mengikuti Pilkada serentak tahun depan.
Jalan terbaik yakni munas rekonsiliasi pun sampai kini belum mencapai kesepakatan. Sampai muncul wacana bagaimana munas rekonsiliasi tetap digelar tanpa melibatkan Ical, Agung, dan elite Golkar lain yang menolak munas pro rekonsiliasi. Namun gagasan semacam ini jelas sulit direalisasikan lantaran munas ketiga di pucuk kepemimpinan Ical tersebut malahan jadi muspro.
"Pasalnya, jika munas rekonsiliasi diselenggarakan tanpa kesepakatan dua DPP itu maka munas rekonsiliasi akan menjadi munas ketiga yang mubadzir alias muspro. Dan itu tidak ada artinya sama sekali!," kata penggagas Munas Rekonsilias, Hajriyanto Y Thohari, kepada detikcom, Jumat (26/12/2014).
Sejumlah elite beringin pun kini diam-diam melakukan konsolidasi guna menghadapi segala kemungkinan pasca penjajakan islah Golkar. Sejumlah elite memprediksi kalau perpecahan Golkar di pengadilan maka besar kemungkinan pihak yang kalah bakal membuat sempalan partai baru.
Kesepakatan cooling down memang sementara membuyarkan pandangan masyarakat terhadap kisruh partai beringin. Tapi di internal beringin, kesepakatan cooling down justru ibarat bara dalam sekam yang bukan tak mungkin meledak lebih hebat jika islah gagal total.
Lalu apakah ada yang mau mengalah untuk terlaksananya munas rekonsiliasi?
(van/fjr)