Belajar dari Kasus Fuad Amin, Menteri ESDM: Kepala Daerah Jangan Jadi Calo!

Belajar dari Kasus Fuad Amin, Menteri ESDM: Kepala Daerah Jangan Jadi Calo!

- detikNews
Rabu, 24 Des 2014 13:41 WIB
Jakarta - Kasus suap jual beli gas alam di Bangkalan dengan tersangka utama Fuad Amin ikut merembet ke Kementerian ESDM. Kemarin, mantan staf khusus Menteri ESDM‎ Jero Wacik, I Ketut Wiryadinata diperiksa penyidik untuk kasus Bangkalan ini.

Menteri ESDM, Sudirman Said mengaku geram dengan adanya kasus di Bangkalan itu, apalagi kasus itu soal gas alam yang menjadi bidang kerjanya. Belajar dari kasus Fuad Amin, Sudirman Said meminta agar para kepala daerah tak mau dijadikan calo, terutama dalam proses perdagangan minyak dan gas.

"Saya harap tidak ada lagi kejadian seperti di Bangkalan. Saya ingin mengajak semua pemimpin daerah untuk menghentikan apa yang terjadi di Bangkalan. Pemerintah daerah tidak semestinya membiarkan diri menjadi alat percaloan, justru harusnya untuk kemakmuran rakyat,” kata Sudirman Said melalui pesan singkat, Rabu (24/12/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, Fuad menggunakan BUMD milik Pemkab Bangkalan PD Sumber Daya untuk meraup keuntungan dari kontrak jual beli gas alam untuk kepentingan PLTG. Gas yang dibeli Pemkab Bangkalan bukannya digunakan untuk PLTG, tapi malah dijual lagi melalui pihak ketiga sebagai perantara.

Fuad diketahui mendapat keuntungan dari kontrak jual beli gas alam itu. Keuntungan itu berupa 'setoran rutin' yang diterima Fuad dari petinggi PT Medya Karya Sentosa (MKS), perusahaan yang bermitra dengan PD Sumber Daya.

Fuad Amin diduga telah menerima suap sejak awal kontrak kerja dengan P‎T MKS disepakati, yakni tahun 2007. Oleh sebab itu, KPK baru saja menerbitkan sprindik baru untuk Fuad agar bisa menjerat semua praktik suap yang dilakukan Fuad semasa menjabat sebagai Bupati Bangkalan selama dua periode.

Kasus ini sebenarnya bermula dari‎ rencana penyaluran gas ke PLTG Gili Timur Bangkalan diawali oleh kendala pasokan listrik di Madura pada tahun 1998. PLN merelokasi pembangkit listrik (PLTG) dari Gresik ke Madura/Gili Timur pada tahun 1999. Sejak itu PLTG Gili Timur beroperasi dengan bahan bakar solar.

Selanjutnya pada 2009, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) mengkaji penyaluran gas melalui pipa ke PLTG Gili Timur dalam sebuah studi internal. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa penyaluran gas ke PLTG Gili Timur menjadi tidak layak, akibat tidak ekonomis dan berisiko tinggi.

Pada waktu yang bersamaan, konstruksi jembatan Suramadu sedang berjalan sehingga ada pandangan akan lebih ekonomis dan berisiko rendah apabila listrik disalurkan melalui kabel yang dipasang di Jembatan Suramadu, dan gas yang dialokasikan ke PLTG Gili Timur direalokasikan seluruhnya ke PLTG Gresik.

Selanjutnya PT MKS yang sebelumnya telah menandatangani kontrak dengan PD Sumber Daya untuk menyuplai gas ke PLTG di Gili Timur melakukan perubahan kontrak. Hal itu karena hingga kontrak berjalan, PLTG Gili Timur tak pernah menggunakan gas alam.‎ Namun, PT MKS dan PD Sumber Daya malah mengamandemen perjanjian kerja sama yang merubah lingkup kerja sama menjadi penjualan gas MKS kepada PJB.

Sekalipun pembangunan jaringan pipa gas tidak dilanjutkan, kerja sama tetap berlangsung. Berdasar perubahan kontrak itu, PT MKS malah menyalurkan seluruh gas (lean gas) kepada PJB untuk ketenaga listrikan.

Pihak PT MKS membantah telah melakukan penyelewengan kontrak. Menurut kuasa hukum PT MKS, Edward Lontoh, pihaknya murni melakukan bisnis. Pihak MKS juga berpegangan pada perubahan kontrak yang semula menyuplai gas dirubah menjadi menjual kembali gas kepada pihak lain yang disepakati bersama PD Sumber Daya.

(kha/rmd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads