Agenda mendengarkan keterangan saksi ini menghadirkan 7 orang saksi di antaranya Mantan Sekda Kota Bandung Edi Siswadi yang juga narapidana kasus suap hakim bansos, mantan Kepala Bappeda Kota Bandung Gunadi, dan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung Dadang Supriatna.
Sesi pertama sidang menghadirkan 4 orang saksi terlebih dahulu. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Rinaldi Umar mencecar saksi dengan sejumlah pertanyaan. Salah satunya terkait bagaimana proses dan prosedur pencairana dana hibah bansos fiktif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kasus ini mudah, kenapa sulit-sulit. Padahal itu gampang saja. Kan sudah ada SKPD, sudah ada Tim-nya (TAPD-Tim Anggaran Pemerintah Daerah) . Kenapa dibuat rumit. Kalian ini saksi-saksi awal yang menggelontorkan dana ini," ujar Endang dengan nada suara tinggi.
Masih dengan nada suara yang tinggi. Endang menceritakan dalam surat dakwaan ada perubahan nama-nama penerima dana hibah bansos. Endang lalu bertanya siapa yang menyetujui perubahan nama-nama tersebut.
"Keinginan siapa mengubah nama-nama sampai keluar nama-nama penerima dana hibah bansos fiktif ini? Siapa yang menentukan? Kan begitu yang ditanyakan Jaksa tadi. Tapi tadi jawabnya tidak tahu. Buang tangan semua itu tadi," tegas Endang.
Endang pun kembali bertanya kepada para saksi siapa yang menentukan perubahan nama-nama penerima dana hibah bansos.
"Jadi siapa yang bilang, ya sudah diubah saja. Siapa yang bilang itu?" tanya Endang.
Edi Siswadi mengatakan yang bertanggungjawab adalah Wali Kota saat itu yakni Dada Rosada, Gunadi menjawab yang bertanggungjawab yakni TAPD, Dadang menyebut banggar dan TAPD yang bertanggungjawab, lalu Endriko menjawab TAPD yang bertanggungjawab.
Kronologis awal penyelewengan dana hibah atau bansos tersebut saat Pemkot Bandung mengalokasikan anggaran untuk hibah bansos tahun 2012 sebesar Rp 435 miliar dengan realisasi Rp 408 miliar dengan 2.026 penerima.
Menurutnya, saat itu terdakwa Entik dan Destira mengumpulkan istri, orang tua dan teman-temannya untuk membuat LSM Aliansi Wirausaha Muda. Dalam sejarahnya LSM itu disebutkan sudah berdiri 2008. Itu dilakukannya, agar terdakwa bisa mendapatkan dana hibah dari Pemkot Bandung.
Setelah syarat dan ketentuan untuk mendapatkan dana hibah terpenuhi, terdakwa pun kemudian mengajukan permohonan kepada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) yang saat itu dipimpin oleh terdakwa Herry Nurhayat (yang juga tervonis kasus suap bansos).
LSM Aliansi Wirausaha Muda pun akhirnya menerima dana hibah sebesar Rp 250 juta sesuai yang ada dalam dokumen DPKAD. Walapun tanpa diteliti dan bertatap muka dengan penerimanya.
Bahkan, lanjut Rinaldi, dari hasil evaluasi dan verifikasi sebenarnya LSM Aliansi Muda tidak masuk dalam rekomendasi penerima dana hibah. Bahkan, dalam akta notaris pun tidak ditemukan mengenai pendirian LSM Aliansi Wirausaha Muda yang disebut berdiri pada 2008 tersebut.
(avi/ern)