Banyak pihak melihat sikap keras dan ambisius Ical dan Agung Laksono justru jadi penghambat islah beringin. "Sikap keras dua tokoh ini patut dicurigai sebagai ambisi pribadi yang tidak ada hubungannya dengan kemajuan Golkar," kata pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menganalisis perkembangan terakhir di Golkar, Selasa (23/12/2014).
Baik Ical maupun Agung Laksono memang belum bicara sama sekali soal munas islah. Bahkan seorang Akbar Tandjung yang berada di belakang Ical kini sudah bicara soal munas bersama sebagai solusi terbaik, mengingat Golkar berpotensi kehilangan kesempatan mengikuti Pilkada serentak pada tahun 2015 mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak dipungkiri sejumlah juru runding merasa Golkar butuh tokoh muda untuk menghadapi Pemilu 2019 mendatang. Salah seorang juru runding yang sangat gundah melihat islah yang tak kunjung tercapai adalah Waketum di kubu Agung Laksono, Yorrys Raweyai.
"Tantangan ke depan Golkar ini punya tantangan berat. Butuh tokoh-tokoh inspiratif yang bawa Golkar jadi ikon magnetik untuk 2019. Itu kan harapan kita karena regenerasi total, jadi baru bisa bicarakan survive di 2019," kata Yorrys saat dihubungi, Selasa (23/12/2014).
Β "Kalau masih tokoh-tokoh lama kayak Aburizal, kayak Agung, kayak saya, sudah enggak laku. Siapa sih yang kenal? Nanti kita harus cari tokoh baru ada Airlangga, Agus, Priyo, Hajriyanto, Zainudin, begitu kan," sambung Yorrys.
Saat 10 juru runding mulai sepakat soal munas islah, kubu Agung Laksono buru-buru mengklarifikasi juru rundingnya tidak akan mbalelo seperti yang diisukan. Namun melihat pentingnya penyelamatan Golkar, apakah para juru runding akan tinggal diam sementara partainya berpotensi semakin terpuruk jika kisruh perpecahan tak kunjung padam?