"Simpang-siur yang terjadi mengenai proyek pengadaan gas ini terjadi akibat kurang terinformasinya publik mengenai kronologi kejadian semenjak gas dialirkan pada Agustus 2008, berdasarkan Gas Sales Agreement ('GSA') yang ditandatangani pada bulan Desember 2007," kata Edward Lontoh, Selasa (23/12/2014).
Edward menjelaskan bahwa pada Desember 2009, ada studi internal yang mengkaji penyaluran gas melalui pipa ke PLTG Gili Timur. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa penyaluran gas ke PLTG Gili Timur menjadi tidak layak, akibat tidak ekonomis dan berisiko tinggi. Di samping itu, pada waktu yang bersamaan konstruksi jembatan Suramadu sedang berjalan, sehingga akan lebih ekonomis dan berisiko rendah apabila listrik disalurkan melalui kabel yang dipasang di Jembatan Suramadu dan gas yang dialokasikan ke PLTG Gili Timur direalokasikan seluruhnya ke PLTG Gresik.
Pasca beroperasinya kabel listrik Suramadu pada Februari 2010, pasokan listrik Madura seluruhnya dipasok menggunakan kabel listrik Suramadu yang terkoneksi dengan Jaringan Interkoneksi Jawa-Bali. Adapun total kebutuhan listrik Madura adalah 120 MW sedangkan kabel listrik Suramadu memiliki kapasitas 200 MW.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana penyaluran gas ke PLTG Gili Timur Bangkalan itu dilatarbelakangi PLN merelokasi pembangkit listrik (PLTG) dari Gresik ke Madura/Gili Timur pada tahun 1999. Sejak itu PLTG Gili Timur beroperasi dengan bahan bakar solar.
"Mengingat GSA ditandatangani dua tahun sebelum Pedoman Tata Kerja ('PTK') BP Migas no.029/PTK/VII/2009 yang mengatur penunjukkan langsung penjualan gas negara diprioritaskan kepada industri pupuk, listrik dan BUMD, maka tidak ada kewajiban bagi MKS untuk menggandeng BUMD pada saat itu," ujar Edward.
PT MKS bersikukuh bahwa proses jual beli gas alam dilakukan dengan prosedur yang benar. Aktivitas jual beli gas di dalam proyek Pertamina EP ini murni business-to-business (B2B) karena MKS mengklaim merupakan penawar dengan harga tertinggi saat pengadaan kontrak pembelian gas dengan Pertamina EP. "Tidak ada kerugian negara yang disebabkan oleh MKS maupun dugaan persekongkolan antara pihak-pihak yang terkait,” tegas Edward.
Seperti diketahui, Fuad Amin ditangkap KPK karena diduga telah menerima suap dari petinggi PT MKS Antonio Bambang Djatmiko terkait kontrak jual beli gas alam. Bahkan, Fuad diduga telah menerima suap sejak tahun 2007.
Antonio ikut ditangkap KPK dan telah ditetapkan sebagai tersangka penyuap. Belakangan, dalam proses pengembangan penyidikan, kasus ini menyeret beberapa pihak, antara lain Pertamina EP dan BP Migas.
KPK saat ini mulai mendalami proses kontrak pembelian gas alam di Bangkalan yang diduga menyimpang. Oleh karena itu beberapa mantan petinggi Pertamina EP dan mantan petinggi BP Migas telah diperiksa.
(kha/aan)