Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menggelar peluncuran catatan akhir tahun. Dari hitung-hitungan mereka, ada peningkatan jumlah pengaduan yang masuk ke LBH Jakarta. LBH mensyukuri peningkatan pengaduan ini.
"Jumlahnya meningkat pada 2014 karena kami merasa sebagai masyarakat sudah sadar hukum. Kami apresiasi kenaikan angka tersebut," kata Kepala Bidang Penelitian dan Pusat Dokumentasi Bantuan Hukum Pratiwi Febry di Kantor LBH Jakarta, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2014).
Ada 1.221 pengaduan yang diterima LBH Jakarta pada 2014 ini. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak selama lima tahun terakhir. Tercatat, ada 1.151 pengaduan pada 2010, anjlok menjadi 959 pengaduan pada 2011, menurut menjadi 917 pengaduan pada 2012, dan meningkat menjadi 1.001 pada 2013.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain kasus non-struktural seperti hubungan perceraian suami-istri sebanyak 521 pengaduan, kasus perburuhan menjadi kasus yang paling banyak diajukan, yakni sebanyak 228 pengaduan.
"Kasus perburuhan adalah menyangkut hubungan kerja, PHK sewenang-wenang. Juga kasus buruh migran Indonesia," tutur Pratiwi.
Jakarta Selatan mendominasi wilayah asal pelaporan kasus perburuhan ini, yakni sebanyak 29 pengaduan. Disusul Jakarta Pusat dan Barat masing-masing 26 pengaduan, baru kemudian menyusul wilayah lain hingga di luar Jakarta.
Selain masalah perburuhan, pengaduan juga meliputi kasus perkotaan dan masyarakat urban, kasus sipil dan politik, kasus keluarkan, kasus perempuan dan anak, serta kasus non struktural.
LBH menyoroti realitas penegakan hukum yang sering dilanggar di Indonesia. Secara umum, prinsip 'rule of law' dibelokkan menjadi 'rule by law'.
"Hukum direduksi menjadi alat untuk menjaga kenyamanan penguasa ketika mempraktekkan kekuasaannya maupun sesudahnya," tutur Pratiwi.
(dnu/ndr)