"Melemahkan bandar tidak cukup dengan sel besi dan hukuman mati, tapi mereka harus dibuat miskin sehingga tak bisa lagi mengendalikan bisnis dari balik jeruji besi," kata Kepala BNN Anang Iskandar di kantornya, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (23/12/2014).
Anang mengatakan hal ini karena tak jarang para bandar menunggu eksekusi mati tetap leluasa berbisnis narkoba karena masih menguasai aset yang penting di luar sehingga mereka tetap bisa memutar uangnya dari barang haram itu. "Tahun ini BNN menyita aset para bandar narkoba senilai Rp 77 miliar dari 11 kasus TPPU bandar narkoba yang diungkap," ujar Anang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari kakak beradik ini, aset yang disita lebih dari Rp 15 miliar. Sedangkan kasus kedua yang berhasil diungkap adalah yang dilakukan napi Pony Tjandra, asetnya fantastis yang diperoleh dari bisnis narkoba dengan sejumlah bandar besar di Indonesia," ujar Anang.
"Kejahatannya ini melibatkan isterinya, Santi, dan BNN telah menyita aset pasangan suami isteri ini senilai Rp 20,4 miliar," tambahnya.
Walau begitu, BNN juga melihat para bandar mencoba meracuni generasi bangsa dengan new psychoactive substance (NPS) atau zat baru yang berefek sama dengan narkoba. Hingga saat ini, ada 35 NPS yang beredar di Indonesia, 18 di antaranya sudah masuk dalam lampiran UU No 35/2009 tentang Narkotika.
"Masyarakat juga harus waspada dengan peredaran Ketamin yang marak disalahgunakan. Ketamin marak tapi hukumannya ringan karena hanya dijerat UU Kesehatan, karena itu BNN mendorong agar Ketamin bisa dimasukan dalam lampiran UU Narkotika," tutup Anang.
(vid/aan)