Persidangan dilakukan di PN Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Selasa (23/12/2014). Di depan majelis hakim Tipikor, Juniver pun membeberkan berbagai alasan pengajuan PK.
Dalam putusan kasasi Hotasi dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Hal itu karena Hotasi disebut membayarkan security deposit sebesar USD 1 juta dengan tidak melalui mekanisme letter of credit (L/C) atau escrow account, tetapi secara tunai ke rekening Hume & Assoiciates PC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Putusan kasasi MA menyatakan Hotasi Nababan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak menggunakan mekanisme escrow account. Sedangkan putusan Pengadilan Distrik Columbia, Amerika Serikat, berdasarkan fakta dan pengakuan Jon Cooper dan Alan Messner sendiri, menyatakan dana tunai security deposit sebesar USD 1 juta sudah ditransfer Hotasi Nababan ke escrow account, yaitu di rekening Hume & Associates PC, yang mana Hume & Associates PC berfungsi pula sebagai escrow agent," papar Juniver di persidangan.
Dengan adanya novum tersebut, kata Juniver, maka perbuatan Hotasi sesungguhnya tidak memenuhi unsur melawan hukum. Ia menilai kliennya itu adalah korban penipuan dari Jon Cooper dan Alan Messner.
"Niat jahat yang dengan sengaja itu justru datang dari Jon Cooper sebagai pemilik TALG dan Alan Messner CEO TALG) yang secara sistematis dan terencana telah mengelabui atau menipu pemohon PK (Hotasi-red) dan jajaran MNA," jelas Juniver.
Kata Juniver, Hotasi dalam permasalahan sewa-menyewa pesawat tidak terbukti memperkaya diri, atau memperoleh keuntungan apapun. Negara Indonesia pun tidak dirugikan sama sekali.
Dijelaskan Juniver, dengan adanya novum yang menghukum Jon Cooper dan Alan Messner mengembalikan dana security deposit USD 1 juta kepada MNA, pada akhirnya telah ditindaklanjuti oleh Menteri Negara BUMN (pemegang saham PT MNA). Tindaklanjutnya melalui surat Nomor S-500/MBU/08/2014 Tanggal 29 Agustus 2014.
"Isinya, meminta agar PT MNA menidaklanjuti upaya pengembalian dana security deposit PT MNA sebesar USD 1 juta yang nyata-nyata ada dan masih dapat diambil oleh negara. Sehingga, dengan demikian terbukti perbuatan pemohon PK (Hotasi) tidak memenuhi unsur kerugian negara," sebut Juniver. Hotasi pun mengamini hal itu.
"Perbuatan melawan hukum itu tidak terjadi, tidak benar. Saya percaya, saya dapat kesempatan bisa dibebaskan," kata Hotasi.
"Kami berupaya keras melakukan upaya hukum sesuai dengan prosedur. Ada bukti kuat. Satu lagi bukti kuat saya, Agustus lalu surat dari Menteri BUMN Dahlan Iskan yang meminta direksi Merpati mengejar uang itu ke AS. Jadi kerugian negara itu belum terjadi," sambung Hotasi.
Hotasi pun berharap agar dirinya segera dibebaskan. Dia meminta pemerintah mengejar uang negara ke Amerika Serikat.
"Di sini kuncinya, Merpati butuh bantuan dari pemerintah. Kejaksaan Agung sebagai pengacara negara, seyogyanya bisa membantu Merpati ke Amerika mengambil uang itu. Kejaksaan Agung Amerika sendiri sudah maksimal. Mereka bekerja keras mempidanakan warga negara mereka sendiri demi kepentingan perusahan Indonesia, Merpati. Kini saatnya pemerintah Indonesia membantu Merpati untuk mendapatkan uang itu," imbuh Hotasi.
Persidangan PK Hotasi itu telah selesai. Sidang dilanjutkan 6 Januari 2015.
(bar/ndr)