Sisi Lain Bencana dan Cerita Relawan yang Menemukan Pujaan Hati di Aceh

10 Tahun Tsunami Aceh

Sisi Lain Bencana dan Cerita Relawan yang Menemukan Pujaan Hati di Aceh

- detikNews
Selasa, 23 Des 2014 12:33 WIB
Purwanti dan korban tsunami (Dok Pribadi)
Jakarta -

Saat tsunami dahsyat menerjang, Purwanti (36), merasa ada dorongan kuat agar dirinya pergi ke Aceh. Ia mencari-cari lembaga yang bisa memberangkatkannya. Di sana, perempuan asal Klaten tak hanya membantu korban, tapi pada akhirnya menemukan jodoh.

"Semua tidak terencana. Pikir saya waktu itu, yang penting bekerja dan membantu memulihkan Aceh," kata Purwanti saat berbagi cerita dengan detikcom, Selasa (23/12/2014).

Purwanti yang biasa disapa Ipung ini lahir dan besar di Klaten. Aceh adalah tempat asing baginya saat itu. Namun setelah berkeluarga, Bumi Rencong itu kini jadi tanahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ipung berangkat ke Aceh pada Januari 2005 atau beberapa hari setelah tsunami melalui jaringan Katolik Jesuit. Padahal Ipung sendiri termasuk muslimah taat. Orangtua sempat mempertanyakan keputusan itu, tapi Ipung bergeming. Orangtua luluh, lalu mengantar Ipung pagi-pagi ke Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta.

"Saya ditempatkan di Aceh Timur. Di sana korban tsunami tidak banyak, tapi konflik (GAM) tinggi. Saya bertugas mendidik anak-anak korban tsunami," cerita Ipung yang saat berangkat ke Aceh berumur 26 tahun ini.

Alumnus Sastra Inggris Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini hanya bertahan 8 bulan di Aceh Timur. Ia dipersunting putra Aceh, Mohammad Faisal (41), yang juga relawan pada November 2005, lalu pindah ke Banda Aceh.

"Setelah menikah, saya tetap aktif di NGO (Non Government Organization) dan ditempatkan di berbagai daerah di Aceh untuk pemulihan pasca tsunami," kata perempuan beranak 3 ini.

Apa yang dirasakan Ipung saat menjadi relawan? "Untuk warga Aceh, bencana itu mengurangi konflik yang terjadi puluhan tahun. Untuk dunia luar, terasa sekali bahwa perbedaan agama, negara, atau latar belakang, jadi tidak berarti karena semua bahu-membahu membantu (korban)," papar Ipung.

Bagaimana kondisi Aceh saat ini? Kata Ipung, Aceh jauh lebih baik. Bahkan lebih baik dibandingkan sebelum tsunami. Jalanan mulus, permukiman tertata, dan hubungan antarwarga lebih kuat. Bencana telah mengubah segalanya.

Ipung tinggal di pusat kota Banda Aceh, tak jauh dari Masjid Baiturrahman. Sehari-hari, ia bekerja di NGO bidang lingkungan dan mengasuh 3 anaknya, M Rehana Najwa (8), M Rizki Najwa (4,5), dan M Raffa Najwa. Sedangkan sang suami bekerja di Badan Perwakilan Masyarakat (BPM) Banda Aceh dan memiliki usaha penjualan mebel.

Anda punya cerita tentang tsunami Aceh? Bagikan dan kirim ke redaksi@detik.com.

(try/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads