"Kejadian di Australia, jangan khawatir. Seluruh batalyon di Indonesia itu punya kemampuan latihan menghadapi terorisme. Hanya persoalannya adalah apakah yang dikatakan tingkat ancaman itu," ungkap Moeldoko usai membuka Rapat Pimpinan (Rapim) TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jaktim, Senin (22/12/2014).
Terkait ancaman-ancaman di Indonesia sendiri menurut Moeldoko akan dibahas dalam Rapim yang diikuti oleh 173 Perwira Tinggi tersebut. Ada ancaman non-militer dan ancaman militer yang akan dirumuskan dalam rapat tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita inventarisir ancaman militer dan non militer, ada banyak sekali. Ancaman militer bisa dikenali, ancaman nirmiliter (non miiter) bisa melalui politik, ekonomi, sosial budaya. Ancaman nirmiliter yang dilakukan non state actor dalam bentuk terorisme, gerakan radikal lain," kata Moeldoko.
Jenderal bintang empat ini juga menyoroti pergerakan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) yang beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan hangat menyusul mulai masuknya pergerakan ISIS di Indonesia. Untuk itu menurut Moeldoko, isu ISIS ini tak bisa ditinggalkan begitu sja.
"ISIS sekarang ini baru menjadi ancaman potensial. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, maka ISIS akan menjadi ancaman faktual," jelas mantan Pangdam Siliwangi ini.
Meski begitu, TNI sendiri mengaku tidak bisa sembarangan menangani kasus-kasus terorisme. Pasalnya jika terorisme masih berskala kecil, maka yang berhak menangani kasus tersebut adalah pihak Kepolisian.
"Jika terorisme masih dikategorikan dalam low intensity, masih dalam bentuk konflik yang rendah skalanya, itu polisi yang turun tangan. Tetapi kalau sudah menengah dan ke atas intensitasnya, high intensity, TNI akan turun pasti," tutup Moeldoko.
(ear/rmd)