Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin yang berkemeja batik cokelat menanyai salah satu residen Rehabilitasi, di lantai dua Gedung Balai Besar Rehabilitasi ini, Lido, Bogor, Senin (22/12/2014).
"Kalau pengedar dihukum mati, bagaimana menurutmu?" tanya Aziz santai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Cocok (pengedar dihukum mati). Kalau korban, jangan (dihukum mati)," kata pria berbaju seragam Lido warna merah dengan lambang BNN ini.
Kawan-kawan yang duduk semeja dengan pria ini juga setuju bila pengedar narkoba dihukum mati. Ada dua pria lain dan dua perempuan yang duduk semeja. Ketika ditanya, mereka semua mengaku kapok mengkonsumsi narkoba. Kenapa kok dulu pakai narkoba?
"Karena kepo, pengin tahu, tapi setelah tahu malah kebablasan," kata salah seorang pasien wanita bertato kepala garuda di lengan kanannya.
Perempuan muda asal Palembang ini juga menyatakan sudah tak mau lagi coba-coba narkoba. Kawan di sebelahnya menuturkan sudah kapok.
Dalam panti rehabilitasi ini, mereka masuk dengan gratis. Bahkan mereka bisa mendapatkan tambahan uang jajan dari kegiatan mencuci kendaraan atau kegiatan lain.
"Ya tambahan uang jajan, buat jajan di minimarket," kata salah seorang pasien merujuk minimarket yang ada dalam Kompleks Lido.
Ada 330 lebih orang yang menjalani rehabilitasi di Lido. Sekitar 90 persen dari jumlah ini adalah lelaki. Bagian antara pasien laki-laki dan perempuan dipisah, meski dalam kegiatan tertentu mereka berinteraksi.
Lebih lanjut, saat sesi rapat dengan Komisi III dalam Gedung Rehabilitasi ini, Direktur Penguatan Lembagi Rehabilitasi Instansi Pemerintah Brigjen Ida Utari mendukung hukuman mati terhadap pengedar narkoba.
"Efek jera memang perlu untuk itu. Silakan dorong (hukuman mati), Pak. Ini pendapat saya secara pribadi, tapi kalau Kepala BNN masih mengakomodir hukuman mati sesuai UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika," tutur Ida.
(dnu/aan)