Pak Sardi alias Dr George Quinn di Balik Kehebohan Video 'Sri Ngilang'

Pak Sardi alias Dr George Quinn di Balik Kehebohan Video 'Sri Ngilang'

- detikNews
Senin, 22 Des 2014 13:25 WIB
dok. YouTube (Digital Learning Project)
Jakarta -

Tak sulit menemukan siapa di balik pembuatan video drama berbahasa Jawa 'Sri Ngilang' yang dimainkan oleh para mahasiswa Australia. Dia adalah Doktor George Quinn alias Pak Sardi, seorang pria bule yang jatuh cinta pada budaya Indonesia.

Di bagian awal video berdurasi 27 menit tersebut, George disebut sebagai pembuat ide cerita. Dia juga ikut bermain peran di drama sebagai Pak Sardi, ayahanda dari Sri, wanita yang diceritakan hilang setelah kabur dari rumah demi cintanya. (video drama bisa dicek di sini)

Pak Sardi muncul di bagian tengah drama. Berpakaian batik dan peci hitam, dia berbicara berbahasa Jawa halus dengan sangat fasih. Logatnya sesuai dan gesturnya pun sudah mirip sekali dengan pria asal Jawa dengan ciri khas unggah ungguh-nya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bu Probo, sugeng sonten Bu. Saget sare? Monggo lenggah. Sampun siram? Ngunjuk menopo? Teh opo kopi? " demikian petikan ucapan Pak Sardi alias Quinn di drama tersebut seperti dikutip detikcom dari video yang diunggah di YouTube oleh tim ANU, Senin (22/12/2014).

Siapa Quinn? Ternyata pria asal Selandia Baru yang lahir pada 22 Juli 1943 itu memang sudah dikenal memiliki hubungan dekat dengan Indonesia. Bahkan istrinya, Emmy Oey, adalah seorang WNI asal Banyumas, Jawa Tengah.

Kisah Quinn pernah ditulis oleh media Jakarta Post dan tercatat juga di Wikipedia. Quinn mengunjungi Indonesia pertama kali Indonesia pada tahun 1966, pada masa demontrasi mahasiswa untuk pembubaran Partai Komunis Indonesia, ia diundang oleh seorang aktivis dari Front Aksi Mahasiswa Indonesia di Jakarta.

Tahun berikutnya, tahun 1967, ia mengunjungi Indonesia lagi sebagai anggota Volunteer Service Abroad (VSA), sebuah lembaga yang bergerak di bidang pendidikan di negara-negara berkembang dan ia ditugaskan untuk mengajar Bahasa Inggris di Universitas Satya Wacana di Salatiga, Jawa Tengah. Kala itu gajinya masih rendah.

Pada saat di Satya Wacana, ia bertemu dengan Emmy dan kemudian menikah pada tahun 1973, hingga kini dikaruniai seorang putra bernama Andrew dan 2 orang cucu. Dengan mengenal Emmy dan keluarganya, kecintaan George Quinn akan bahasa dan kebudayaan Jawa mulai timbul.

George Quinn juga mulai tertarik dengan sastra Indonesia setelah ia membaca karya-karya novelis Motinggo Boesye. Tiga novel Motinggo Boesye yang menginspirasinya yaitu Tidak Pernah Menyerah (1963), Tiada Belas Kasihan (1963), dan Sejuta Matahari (1963).

Sambil mengajar, ia mempelajari sastra Indonesia di Universitas Gajah Mada di Yogyakarta dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 1973. Dan kemudian melanjutkan studinya tentang Indonesia di University of Sydney pada tahun 1974 hingga bergelar PhD.

Selain Jawa, Quinn juga disebut menguasai bahasa Tagalog dan bahasa Tetum di Nusa Tenggara Timur. Kini, Quinn menjadi pengajar bahasa dan sejarah di kampus ANU College of Asia and the Pacific .

"Bahasa Jawa menduduki peringkat ke 12 dalam daftar bahasa yang paling banyak digunakan di dunia," ucap Quinn saat ditemui wartawan dalam sebuah acara.

Quinn sudah banyak mempublikasikan tulisan soal Indonesia. Terkait bahasa Jawa, dia pernah membuat jurnal berjudul 'Teaching Javanese Respect Usage to Foreign Learners'.

(mad/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads