Anggota DPR perempuan, Meutya Hafid menyesalkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang melepaskan Sidarta dari ancaman 5 tahun penjara karena menganiaya istrinya, Kamini. Sebab Kamini telah memaafkan penganiayaan yang dilakukan Sidarta kepadanya.
"Pandangannya sempit," kata pimpinan Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh kepada detikcom, Minggu (21/12/2014).
Meutya yang juga Ketua International Forum of Parlementarian on Population and Development (IFPPD) Indonesia, itu menyatakan putusan MA merupakan langkah mundur negara dalam memerangi KDRT. Di kasus itu, polisi dan jaksa tetap memproses Sidarta ke pengadilan tetapi MA memutuskan tidak menerima dakwaan tersebut dengan alasan istri sudah memaafkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya setuju dengan pendapat hakim yang tidak hanya melihat pentingnya kepastian hukum, tapi juga kemanfaatan. Pendapat hakim yang membebaskan kakek itu sesuai paham restorative justice," ujar Imam yang masuk dalam bursa hakim konstitusi ini.
Trio hakim agung, Zaharuddin Utama-Surya Jaya-Suhadi, dalam putusannya menyatakan secara das sollen seharusnya pencabutan pengaduan tidak harus dibatasi dengan jangka waktu. Sebab pencabutan pengaduan merupakan hak asasi korban yang dapat dilakukan setiap waktu sebelum perkara diputus pengadilan dengan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
"Di sini hakim mempertimbangkan substansi, ketimbang yang prosedural formalitas belaka," papar Imam.
Kamini dianiaya Sidarta karena tidak mau diajak berhubungan badan dan dituduh mempunyai pria idaman lain (PIL). Selain itu, Sidarta juga menendang, memukul dan mencakar Kamini supaya mau bercinta dengannya. Puncak penolakan itu, Kamini lalu ditampar. Sidarta yang ditutupi amarah lalu menarik baju Kamini hingga terlepas dan Kamini hanya memakai BH lari ke luar rumah dan berteriak-teriak minta tolong.
"Kita sedang melawan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan memberi edukasi untuk perempuan untuk melapor kekerasan. Ini malah begini putusannya, kemunduran terhadap perlawanan KDRT di tanah air," kata Meutya.
"Sebagai anggota DPR perempuan, saya tidak setuju dan teramat menyayangkan putusan MA itu. Saya khawatir putusan seperti itu akan memindahkan tekanan ke para isteri," sambung politikus Partai Golkar itu.
(asp/try)