Fanisa Rizkia (15), nama anak korban tsunami itu. Nama aslinya Cut Lisa. Ia tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, Jumat (19/12/2014) pagi. Ia pulang ditemani Kepala Dinas Sosial Aceh Bukhari yang datang ke Malaysia untuk menjemputnya. Fanisa sudah lima bulan bekerja di Malaysia setelah sebelumnya menjadi gelandangan di Medan, Sumatera Utara.
Selama menjadi pembantu dan baby sister di Malaysia, Fanisa diperlakukan dengan sangat baik oleh majikannya. Tapi agen yang memberangkatkannya dari Medan, tidak pernah membayar gajinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat tsunami meluluhlantakkan Aceh 24 Desember 2004 silam, Fanisa tinggal bersama keluarganya di Banda Aceh. Ia terpisah dari keluarganya hingga kemudian diadopsi oleh Sabariah, tetangganya. Tak lama berselang, Fanisa akhirnya dibawa ke Medan, Sumatera Utara.
Sabariah merawat Fanisa seperti anaknya sendiri. Ia menyekolahkan Fanisa hingga pernah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hidup Fanisa berubah 360 derajat setelah Sabariah meninggal dunia. Keluarga Sabariah tidak menerima Fanisa hidup di tengah-tengah keluarga mereka.
"Setelah ibu Sabariah meninggal, saya hidup jadi gelandangan di Medan," jelas Fanisa.
Fanisa mengaku senang bisa kembali ke Aceh meski tanpa ada lagi keluarga. "Saya sangat senang bisa pulang ke Aceh," ungkap Fanisa.
Kepala Dinas Sosial Aceh, Bukhari, mengatakan, Pemerintah Aceh mengetahui Fanisa korban tsunami setelah Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia memeriksa sejumlah TKI asal Aceh yang tidak memiliki dokumen lengkap. Saat dilakukan pemeriksaan, Fanisa mengaku sebagai korban tsunami.
"Terbongkarnya setelah dilakukan pemeriksaan oleh Dubes di sana. Dan hari ini kita sudah berhasil membawa pulangnya ke Aceh," kata Bukhari.
(try/try)