Ambil contoh di kasus pabrik narkoba terbesar di Asia, polisi menggulung 9 orang pengelolanya. Kesembilan orang itu adalah:
1. Benny Sudrajat alias Tandi Winardi
2. Iming Santoso alias Budhi Cipto
3. Zhang Manquan
4. Chen Hongxin
5. Jian Yuxin
6. Gan Chunyi
7. Zhu Xuxiong
8. Nicolaas Garnick Josephus Gerardus alias Dick
9. Serge Areski Atlaoui
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di kasus itu, jaksa juga menuntut mati Zhang Manquan, Chen Hongxin, Jian Yuxin, Gan Chunyi dan Zhu Xuxiong pada Oktober 2006. Namun lagi-lagi setelah tuntutannya dipenuhi oleh Mahkamah Agung (MA), jaksa malah bimbang mengeksekusi mati mereka.
Jaksa juga sudah satu dasawarsa lebih tidak mengeksekusi mati A Yam, Denny dan Jun Hau yang membangun pabrik ekstasi terbesar se-Asia Tenggara di Batam. Padahal pada Juni 2003, jaksa menuntut A Yam dkk dengan hukuman mati. Tapi lagi-lagi setelah dipenuhi pengadilan permintaan itu, jaksa tidak segera melaksanakannya.
Lalu bagaimana dengan kasus Bali Nine? Jaksa juga menuntut Myuran Sukumaran dan Andrew Chan dihukum mati pada Januari 2006.. Tapi lagi-lagi, jaksa hingga saat ini tidak kunjung melaksanakan putusan pengadilan yang mengabulkan tuntutannya.
Beda saat tuntutan, beda pula usai tuntutannya dikabulkan. Jaksa Agung Prasetyo bimbang jika orang yang dituntutnya itu setelah ditembak mati ternyata tidak bersalah.
"Tapi kalau hukuman mati nggak (bisa langsung dieksekusi). Kalau mati, terus putusan lain, siapa yang bisa kembalikan (nyawanya)?" dalih Jaksa Agung Prasetyo di sela-sela peresmian Pusat Sejarah Konstitusi oleh Presiden Jokowi, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (19/12/2014).
Plin-plannya jaksa ini disanggah tegas oleh MA. Sebagai lembaga pemberi keadilan tertinggi, MA meminta kejaksaan untuk tegas melaksanakan putusan pengadilan. Apalagi, putusan itu sesuai dengan permintaan jaksa.
"Dalam prinsip UU kita, PK tidak menghambat eksekusi. PK itu upaya hukum luar biasa. Jangan cari-cari alasan," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur.
(asp/nrl)