Korupsi Hambalang, Machfud Suroso Didakwa Perkaya Diri Rp 46,5 M

Sidang Korupsi Hambalang

Korupsi Hambalang, Machfud Suroso Didakwa Perkaya Diri Rp 46,5 M

- detikNews
Kamis, 18 Des 2014 12:41 WIB
Jakarta -

Dirut PT Dutasari Citra Laras (DCL), Machfud Suroso, didakwa memperkaya diri Rp 46,5 miliar dari proyek pembangunan lanjutan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor. Keuntungan tidak sah tersebut diperoleh Machfud setelah perusahaannya berhasil menjadi subkontraktor pengerjaan proyek.

"Terdakwa bekerjasama dengan Teuku Bagus Mokhammad Noor selaku Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya mempengaruhi Kuasa Pengguna Anggaran, panitia pengadaan dan pihak lain terkait proyek P3SON agar PT Adhi Karya menjadi pemenang dalam pelelangan sehingga perusahaan milik terdakwa menjadi sub-kontraktor untuk pekerjaan Mekanikal Elektrikal (ME)," ujar Jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (18/12/2014).

Dalam dakwaan dipaparkan, sebelum pelaksanaan lelang proyek P3SON, Machfud bersama dengan Munadi Herlambang bertemu dengan Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT AK, M Arief Taufiqurrahman, membahas rencana keikutsertaan PT AK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelahnya, Machfud bertemu Sekretaris Kemenpora saat itu, Wafid Muharam, bersama Teuku Bagus M Noor dan Arief Taufiqurrahman. "Dalam pertemuan itu M Arief Taufiqurrahman menyampaikan PT AK ingin berpartisipasi dalam proyek P3SON," sambung jaksa.

Untuk memuluskan keinginan agar PT DCL ditunjuk sebagai sub-kontraktor oleh PT AK, Machfud menyetorkan uang pada 14 September 2009 melalui Paul Nelwan sebesar Rp 3 miliar kepada Wafid Muharam. Duit ini sebagai pemberian awal agar PT AK dapat mengerjakan proyek.

Selain pemberian dari Machfud, Teuku Bagus M Noor menurut jaksa juga menyetorkan duit Rp 2 miliar ke Wafid Muharam.

Upaya mendapatkan proyek dilanjutkan Teuku Bagus M Noor dan M Arief Taufiqurrahman yang menemui Andi Mallarangeng yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga pada Oktober 2009. Tujuannya mengenalkan PT AK dan kesiapan menggarap proyek Hambalang.

Tapi dalam perkembangannya, M Nazaruddin ternyata ikut menginginkan proyek Hambalang dengan lebih dulu mengeluarkan duit Rp 10 miliar untuk pengurusan proyek. Duit tersebut diberikan Nazaruddin ke Joyo Winoto Rp 3 miliar untuk penerbitan sertifikat tanah, USD 550 ribu unruk Andi Mallarangeng melalui Choel Mallarangeng dan duit ke Komisi X DPR Rp 2 miliar.

"Atas permasalahan tersebut, terdakwa meminta bantuan Anas Urbaningrum agar Nazaruddin munduri dari proyek P3SON," sambung jaksa.

Setelah Nazaruddin mundur dari proyek Hambalang, Teuku Bagus M Noor bertemu dengan Deddy Kusdinar, Lisa Lukitawati Isa dan Muhammad Arifin di Plaza Senayan, Jakpus. Deddy meminta PT AK sebagai calon pemenang lelang untuk jasa konstruksi memberikan fee sebesar Rp 18 persen yang kemudian disetujui Teuku Bagus M Noor.

Dalam rangka mengikuti proses lelang jasa konstruksi, PT AK bekerjasama dengan PT Wijaya Karya dalam bentuk Kerjasama Operasi (KSO) Adhi Wika dengan menunjuk Teuku Bagus M Noor sebagai kuasa KSO.

Akhirnya KSO Adhi Wika meneken surat perjanjian (kontrak) induk dengan nilai kontrak Rp 1,077 triliun pada 10 Desember 2010 dan kontrak anak senilai Rp 246,238 miliar. Selanjutnya pada 29 Desember ditandatangani kontrak anak tahun 2011 dengan nilai Rp 507,405 miliar.

"Setelah kontrak ditandatangani, perusahaan terdakwa yakni PT DCL ditunjuk KSO Adhi-Wika menjadi subkontrak pekerjaan ME dengan harga yang telah digelembungkan yakni Rp 295 miliar ditambah pajak sehingga nilai kontrak Rp 324,500 miliar," papar jaksa.

KSO Adhi-Wika menerima pembayaran seluruhnya Rp 453,274 miliar yang sebagiannya digunakan membayar PT DCL Rp 171,580 miliar. Selain itu Machfud juga menerima pembayaran dari PT AK Rp 12,5 miliar dan PT Wika Rp 1,5 miliar sehingga total duit yang diterima menjadi Rp 185,580 miliar.

"Dari total pembayaran yang diterima terdakwa Rp 185,580 miliar, yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan ME hanya sebesar Rp 89,150 miliar," sebut jaksa.

Sedangkan yang sebesar Rp 96,430 miliar digunakan kepentingan pribadi Machfud dan pihak lain. "Bahwa dari rangkaian perbuatan terdakwa di atas telah memperkaya terdakwa Rp 46,507 miliar," sebut jaksa.

Penyimpangan pelaksanaan proyek Hambalang mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp 464,514 miliar. Machfud didakwa pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/199c sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

(fdn/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads