Sri Mulyani Teteskan Air Mata Kenang 10 Tahun Tsunami Aceh

Laporan dari AS

Sri Mulyani Teteskan Air Mata Kenang 10 Tahun Tsunami Aceh

- detikNews
Rabu, 17 Des 2014 05:59 WIB
Sri Mulyani (Foto: Shohib/detikcom)
Jakarta - Tanggal 26 Desember sepuluh tahun lalu, tsunami memporak-porandakan Aceh dan menelan 230 ribu korban jiwa. Mantan Menteri Keuangan yang sekarang menjabat sebagai Managing Director Bank Dunia, Sri Mulyani Indrawati, tak kuasa menahan air mata ketika mengenang kejadian itu dan mengisahkannya kembali kepada audiens.

“Apa yang terjadi waktu itu benar-benar sulit dipercaya. Semuanya hancur. Gedung-gedung rusak, ratusan ribu orang meninggal,” kata Sri Mulyani sambil terisak dalam diskusi 10 Tears After the Tsunami in Aceh: Rebuilding Better from Disaster yang diselenggarakan di kantor Bank Dunia, Washington DC, Amerika Serikat Selasa (16/12/2014).

Sri Mulyani pada saat itu menjabat sebagai kepala Bappenas dalam Kabinet Indonesia Bersatu I yang baru bertugas selama 2 bulan. Tantangan utama yang dihadapi dalam emergency response tsunami adalah menyediakan makanan dan pakaian serta kebutuhan dasar untuk para korban dengan segala keterbatasan infrastruktur yang ada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Semua infrastruktur rusak karena tsunami. Komunikasi lumpuh, transportasi lumpuh,” kata Sri Mulyani yang langsung berkunjung ke Aceh di hari kedua setelah musibah terjadi.

Institusi yang ada pun tidak dapat beroperasi. Pemerintah lokal lumpuh total sehingga pemerintah pusat harus turun tangan. Pemerintah pusat bahkan harus menerjunkan personel dari Jakarta untuk menjalankan roda pemerintahan lokal.

Tantangan lain berikutnya adalah bagaimana mengoordinasikan bantuan yang datang dari berbagai pihak di dalam dan luar negeri. Hal ini terutama menyangkut bagaimana memastikan bantuan tersebut dikelola secara profesional dan tidak bertentangan dengan hukum.

“Kami harus memastikan bahwa bantuan tersebut dikelola sesuai dengan aturan hukum supaya tidak dianggap korupsi,” kata Sri Mulyani.

Bantuan yang datang bertubi-tubi itu juga perlu dikelola secara tepat sasaran. Banyak donor yang ingin membangun di tempat yang sama karena itu merupakan tempat favorit mereka. Karena itu, pemerintah perlu mengatur alokasi bantuan secara merata.

“Ada tempat yang paling favorit bagi para donor. Saya bilang kepada mereka, saya tahu Anda ingin membantu, tapi kalau begitu caranya akan ada kecamatan yang terlalu diperhatikan dan ada yang akan terabaikan. Jadi akhirnya kita buat matrik tentang apa yang harus dibangun dan di mana tempatnya. Dan itu kita laporkan ke publik secara transparan,” kata Sri Mulyani.

Untuk merespon bencana tsunami dan mengoordinasikan alokasi bantuan, dibentuklah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dan Multi Donor Trust Fund (MDTF). Banyak pihak mengapresiasi keberhasilan BRR dan MDTF dalam mengelola rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-tsunami.

“BRR dan MDTF menjadi model yang bagus untuk kolaborasi pemerintah dan lembaga donor dalam pengelolaan rekonstruksi pasca-bencana,” kata Joel Hellman yang saat bencana itu terjadi menjabat sebagai Governance Advicer Bank Dunia di Indonesia.

(dha/dha)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads